BSSN Singgung Pentingnya Industri Cybersecurity di RUU KKS
Jakarta, Cyberthreat.id – Direktur Proteksi Pemerintah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Ronald Tumpal, mengatakan, sudah saatnya Indonesia memiliki undang-undang menyangkut keamanan siber nasional.
Adanya pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) dirasa sudah tepat. Terlebih, itu bukan usulan dari pemerintah atau BSSN sendiri, melainkan dari dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Ronald mengatakan, ancaman siber dari tahun ke tahun semakin banyak dan bervariasi, hal ini yang harus diantisipasi oleh Indonesia.
“Lebih seram kalau kita menunda pengesahan (RUU KKS) ini,” ujar dia dalam diskusi tentang RUU KKS yang diadakan Trijaya FM, Rabu (21 Agustus 2019).
Berita Terkait:
- Peta Jalan Industri Cybersecurity Harus Segera Disusun
- Industri Cybersecurity Lokal Perlu Dukungan Regulasi
Oleh karenanya, menurut dia, “Ini menjadi kesempatan karena ada inisiatif dari wakil rakyat kita, kenapa tidak kita berikan masukan saja. Saya rasa kalau tingkat diskusi sudah cukup,” ia menambahkan.
Jika memang ada yang kurang dari draf RUU KKS, hal itu bisa disampaikan langsung ke DPR. “Karena ini produk inisiatif DPR, justru harusnya masyarakat bisa memberikan partisipasi melalui wakil-wakilnya. Kami sempat bikin seminar dan FGD (focus grup discussion), Pak Bambang Soesatyo (Ketua DPR RI) bilang masyarakat bisa memberikan masukan kepada DPR,” ujar dia.
Salah satu yang menurut dia penting untuk dibahas dalam RUU tersebut adalah industri keamanan siber (cybersecurity), bagaimana standardisasi dan ekosistem yang akan dibuat ke depan.
Berita Terkait:
- RUU KKS Harus Mengacu Kondisi Aktual Siber Nasional
- Undang-Undang KKS Sangat Dibutuhkan Pelaku Industri IoT
Ia menyadari bahwa industri cybersecurity lokal memang belum siap, terlebih dengan adanya aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 50 persen untuk setiap barang yang diproduksi di dalam negeri. Menurut dia, BSSN sudah memberikan masukan berkaitan dengan aturan itu guna merangsang perkembangan dan kesiapan industri cybersecurity di Indonesia.
“Kami menyarankan 50 persen itu pada sistem yang dibangun, bukan secara terpisah pada software dan hardware. Tapi, kita bicara kesiapan di dalam negeri dan membuat industri di dalam negeri juga ikut berkembang. Jadi sistem yang dibangun itu gabungan dari software dan hardware,” ujar dia.
Menyangkut standardisasi keamanan siber, menurut Ronald, Indonesia bisa belajar atau mencontoh negara-negara lain, misalnya Amerika Serikat yang membuat standardisasi sendiri untuk diterapkan di lembaga pemerintahan, sedangkan sektor swsasta bisa menerapkan standar internasional.
Redaktur: Andi Nugroho