Pemerintah Blokir Internet Seluler di Papua, Ini Alasannya

Massa membakar ban saat kerusuhan di pintu masuk Jalan Trikora Wosi, Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019). | Foto: Antara/Toyiban

Jakarta, Cyberthreat.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir total layanan internet seluler di Papua dan Papua Barat menyusul kerusuhan di sejumlah kota di kedua provinsi. Pemblokiran berlaku sejak pukul 08.00 WIB, Rabu (21 Agustus 2019).

“Kementerian Komunikasi dan Informatika RI memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan Data Telekomunikasi, mulai Rabu (21/8) hingga suasana Tanah Papua kembali kondusif dan normal,” ujar Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo dalam siaran persnya, Rabu malam.

Nando, sapaan akrabnya, saat dikonfirmasi Cyberthreat.id, mengatakan, pemblokiran tersebut untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua dan sekitarnya. Pemblokiran juga dilakukan setelah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait.

Pengguna ponsel di kedua provinsi hanya bisa memakai layanan SMS dan telepon. Operator telekomunikasi yang diblokir yaitu Indosat, Telkomsel, dan XL Axiata–ketiganya palling banyak dipakai penduduk setempat.

Dengan pemblokiran tersebut, media sosial dan seluruh aplikasi seluler tak bisa diakses. Sementara, internet dari jaringan penyelenggara jasa internet (ISP) tidak terkena pemblokiran. “Karena pengiriman video dan gambar bergerak di lapangan, jadi otomatis mereka (masyarakat) menggunakan HP untuk mengirimnya, itu yang kami cegah,” ujar Nando.

Nando mengatakan, pemblokiran tersebut juga salah satu upaya mencegah terjadinya korban. Jangan sampai penyebaran informasi-informasi provokatif  justru menyebabkan korban di masyarakat.

Nando tidak menjelaskan berapa lama pemblokiran dilakukan. Yang jelas, kata dia, setiap hari sejak ada pemblokiran Kominfo akan terus melakukan evaluasi. “Kami sih berharap tidak lama,” ujar dia.

Selama dua hari terakhir (Senin-Selasa, 19-20 Agustus), kementerian telah melakukan throttling atau pelambatan akses (bandwdith) di kedua provinsi menyusul aksi massa.

Menurut dia, selama dua hari itu dari pantauan tim Kominfo pergerakan sebaran hoaks, ujaran kebencian, informasi provokasi cukup tinggi soal kerusuhan atau isu-isu berkaitan dengan orang-orang Papua dan Papua Barat.

“Situasi itu ditambah dari laporan di lapangan dari Polri dan TNI telah terjadi beberap aksi massa di beberapa kota yang menimbulkan kericuhan,” kata Nando.

Ia mengatakan, meski terjadi pelambatan akses internet dua hari terakhir, ternyata persebaran hoaks di media sosial dan jejaring sosial tidak berdampak sama sekali. Karena setiap video atau foto yang dibagikan di jejaring sosial masih terkirim beberapa jam kemudian.

“Setetalah kami evaluasi lagi, kok ini (persebaran hoaks) tidak terlalu berdampak, video dan gambar itu tetap sampai. Maka, kami pada Rabu pagi tadi pukul 08.00 WIB, layanan internet seluler diblokir total,” kata dia.

Keputusan pemblokiran ini berbeda dengan kasus pemblokiran sebagian pada kerusuhan di Jakarta 22 Mei lalu. Saat itu, rapat pemblokiran melibatkan sejumlah menteri, petinggi TNI dan Polri. Namun, pemblokiran kali ini diputuskan setelah perundingan antara menteri komunikasi dan informatika dengan kapolri, jelas Nando.