Tujuh Alasan Kenapa Literasi Hoaks Tiada Henti

Hoaks | Foto: Faisal Hafis

Jakarta, Cyberthreat.id - Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto, menyebutkan setidaknya terdapat tujuh alasan kenapa literasi hoaks tidak boleh berhenti.

Menurut dia, hoaks merupakan bagian dari peradaban digital yang sulit diberantas hingga menjadi nol sehingga diperlukan literasi terus menerus sebagai solusi sekaligus pendidikan karakter masyarakat.

"Sulit sekali jika kita ingin benar-benar memberantas hoaks ini," kata Henri saat menjadi pembicara diskusi di Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (20 Agustus 2019). 

Adapun tujuh alasan kenapa literasi hoaks harus terus berjalan menurut Henri adalah:

1. Mendorong gerakan Tabayun Digital

Tabayun adalah mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas dan benar keadaannya. Di era digital, semua orang bisa menjadi produsen informasi dengan mudah lewat media sosial. Jumlahnya mengalahkan informasi yang diproduksi media massa online, cetak dan elektronik.

Bahwa membedakan informasi sebagai hoaks atau bukan memang tidak mudah, tetapi sebenarnya bisa dilakukan dengan mengecek sumbernya. Apakah memang bisa dipertanggungjawabkan sehingga hal itulah yang perlu di literasi.

2. Menekankan pentingnya literasi untuk selalu bersikap kritis terhadap informasi elektronik.

3. Mendorong pemanfaatan kemajuan teknologi seperti aplikasi fact checker, turn back hoax dan saring sebelum sharing.

4. Mendorong Netizen untuk memproduksi dan sharing konten positif. Ini perlu literasi terus menerus karena tidak mudah membuat Netizen menyampaikan pesan konstruktif di tengah derasnya aliran informasi.

5. Memunculkan budaya malu jika ingin menyebarluaskan informasi yang belum jelas atau benar-benar hoaks.

6. Menekankan bahwa hoaks adalah musuh semua bangsa dan semua negara sehingga literasi diperlukan agar generasi muda aktif melawan hoaks dan disinformasi.

7. Berpegang kepada Pancasila yang akan membuat Bangsa Indonesia tidak mudah di adu domba, terlibat konflik maupun perpecahan.

Henri juga memaparkan tips bagi masyarakat untuk melakukan pengecekan fakta. Kementerian Kominfo, kata dia, telah menyusun lima langkah sederhana untuk menguji hoaks atau fakta:

1. Menggunakan Google Chrome atau Google Images untuk melakukan pendeteksian.

2. Mengikuti akun media sosial Kementerian Kominfo di berbagai platform yang terus melakukan update dan saring informasi ke masyarakat.

3. Mengikuti media verifikasi hoaks, fanpage dan grup Indonesia hoax Buster.

4. Gunakan aplikasi turn back hoaks

5. Gunakan nalar dalam memahami pesan. Selalu skeptis dan jangan buru-buru percaya dengan banyaknya pesan di medsos.