Alfons: Data Harus Dilindungi Negara, Aturannya Jangan Kuno

Ilustrasi data center

Jakarta, Cyberthreat.id - Pakar IT Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengatakan negara harus terlibat melindungi data sebagaimana melindungi aset bangsa seperti kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusianya.

"Perlindungan data memang harus diurus negara, kalau urusan data pribadi itu sebenarnya masing-masing yang urus, tapi memang masyarakat perlu di didik soal keamanan dan perlindungan data ke depan," kata Alfons kepada Cyberthreat.id, Sabtu (17 Agustus 2019).

Menanggapi pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di DPR RI pada Jumat (16 Agustus 2019), salah satunya berbicara tentang kedaulatan data dan kedaulatan siber, Alfons menilai apa yang disampaikan presiden sebagai pertanda dari kepala negara RI untuk mengingatkan bahwa era sudah berganti.

Presiden, kata dia, telah memperlihatkan niat dan keinginan untuk melindungi data warga negaranya yang merupakan kunci kemakmuran di masa yang akan datang.

"Jadi memang untuk melindungi data ini siber Indonesia harus kuat dan kita kan bicara soal kedaulatan data juga, sehingga aturannya jangan sampai salah misalnya aturan yang kuno," ujarnya.

Implementasi Kuno

Alfons menuturkan dia tidak sepakat jika ada regulasi yang mengharuskan data center atau server berada di Indonesia saja. Menurut dia, sekarang zamannya cloud yang bisa menempatkan data di beberapa negara dengan berbagai tujuan.

Salah satu tujuannya agar tidak terjadi redundansi hingga perlindungan data itu sendiri. Untuk keamanan data seperti ini, Alfons mengatakan Indonesia bisa mengembangkan teknologi lain seperti enkripsi agar tidak bisa dibuka atau digunakan orang lain.

"Pemerintah jangan melihat data secara fisiknya, tapi data itu disimpan secara sistem. Misalnya data di simpan dan pecah di beberapa negara lalu di enkripsi sehingga orang lain enggak bisa buka karena kita proteksi," ujarnya.

Alfons mencontohkan prinsip penyimpanan data sebagai strategi cadangan. Misalnya jika suatu saat nanti terjadi apa-apa dengan koneksi internet di Indonesia, maka data tetap aman dan ada cadangannya. Kalau pun bisa dibobol oleh berbagai hal, itu hanya terjadi sebagian.

"Prinsipnya di backup di berbagai tempat misalnya di Indonesia, Singapura, Eropa dan sebagainya. Kalau misalnya koneksi internet di Indonesia putus, maka enggak akan bisa diakses. Nah, konsep seperti ini yang perlu dimengerti pembuat aturan. Jangan cuma ngomong teknologi tapi mikirnya kuno," kata dia.

Alfons khawatir jika Indonesia tetap saja menerapkan aturan data center harus berada di Indonesia, maka regulasi bisa obsolete/rusak di zaman terjadinya keterbukaan informasi dan kebebasan aliran data itu sendiri.

"Ibaratnya kita bikin aturan untuk Milenial, tapi yang bikin orang kuno," ujarnya.