Konsumen Indonesia Sering Batalkan Transaksi Online, Kenapa?

Ilustrasi | Foto : Blibli.com

 Jakarta,Cyberthreat.id - Facebook dan Boston Consulting Group (BCG) melakukan studi terkait perilaku konsumen Indonesia, ketika melakukan belanja online melalui platform e-commerce.

Dalam melakukan pemebelian online, ternyata banyak konsumen Indonesia yang membatalkan pemesanan, serta membatalkan proses transaski oniline. Salah satu penyebab batalnya transaksi tersebut, karena friksi.

Friksi adalah, pembatalan transaksi online, yang disebabkan proses pembelian yang panjang, barang yang disediakan di platofrm tidak sesuai dengan iklan yang ditayangkan, atau karena lambatnya akses internetm ketika sedang terjadi proses tersebut.

Adisti Latief, Marketing Science Lead Facebook Indonesia mengatakan,  terdapat tiga fase pada saat proses pembelian online, yaitu fase pencarian, fase pembelian, dan fase pasca-pembelian.

“Kami melihat bahwa perjalanan belanja online bukan linier, namun sirkular, Hal ini dapat dijelaskan bahwa fase pasca-pembelian menjadi momen yang krusial karena akan menjadi penentu apakah konsumen akan tetap membeli barang dari brand yang sama atau mulai mencari brand yang baru,” kata Adisti melalui siaran pers, Senin, (12 Agustus 2019).

Adisti menjelaskan, pada fase pencarian, konsumen ingin mendapatkan informasi yang ringkas dan jelas dari beberapa sumber.

Friksi yang dihadai konsumen pada tahap ini adalah sulitnya menemukan informasi dan deskripsi barang yang diinginkan, situs web yang lambat dan ketinggalan jaman, serta minimnya testimonia atau review suatu barang.

“Mengingat kepercayaan tetap menjadi faktor utama mengapa pembeli enggan berbelanja online, friksi pada tahap pencarian ini menjadi hal penting untuk diperhatikan. Faktor penting lainnya adalah optimalisasi teknologi dalam tahap pengisian data di awal pembelanjaan yang seringkali belum disesuaikan dengan format pada perangkat gawai,” ujar Adisti.

 
Friksi juga terjadi pada fase pembelian, setelah konsumen memilih barang atau jasa yang diinginkan. Pada tahap ini, konsumen sering dihadapkan pada langkah atau biaya tambahan yang tak terduga yang membuat mereka berpikir ulang untuk membeli barang atau jasa yang telah dipilih.

Biaya tak terduga tersebut misalnya biaya tambahan pengiriman atau biaya antar yang tidak diperlihatkan sebelumnya.

Selain itu, friksi di tahap pembelian ini juga terjadi misalnya karena kurangnya integrasi perangkat atau kanal serta banyaknya tahapan yang harus dilalui untuk menyelesaikan pembayaran.

Secara spesifik, konsumen di Indonesia menghadapi friksi dalam hal tidak adanya metode pembayaran yang sesuai dengan keinginan mereka.

“Saat ini, konsumen mengharapkan pembayaran yang mudah dengan sekali klik serta menghindari transaksi yang memakan waktu,” tambah Adisti.

“Setelah pembayaran selesai, konsumen mengharapkan adanya kejelasan mengenai pembelian mereka, seperti status barang yang dipesan, konfirmasi pembelian dan perjalanan pengiriman barang secara detail. Studi yang kami lakukan menunjukkan, friksi di fase ini akan menghambat konsumen menjadi loyal pada satu brand,” jelas Adisti.

Secara spesifik, lanjut Adisti,  di Indonesia menunjukkan bahwa 94% konsumen menemukan friksi di setiap fase belanja online tersebut. Dari angka tersebut, 54% diantaranya memilih untuk tidak menyelesaikan transaksi ketika menghadapi friksi.