Empat Sektor Prioritas Keamanan Siber Menurut ICSF
Jakarta, Cyberthreat.id - Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja memaparkan empat sektor prioritas keamanan siber nasional. Menurut dia, keempat sektor tersebut saling berkaitan. Jika satu diserang akan merembet ke sektor lain sehingga menimbulkan dampak yang lebih luas.
Sektor tersebut adalah keuangan, sektor energi dan telekomunikasi, sektor transportasi dan listrik serta sektor kesehatan.
"Coba bayangkan bahwa keempat sektor itu sangat berkaitan. Kemarin listrik mati sekian jam itu komplain kemana-mana. RS gak bisa operasi, ikan mati, makanan basi online gak jalan. Jadi, dampaknya luar biasa merembet kemana-mana," kata Ardi dalam diskusi di Jakarta, Rabu (7 Agustus 2019).
Ardi kemudian menjelaskan serangan Wannacry pada 2017 yang salah satunya menyebabkan sistem administrasi layanan kesehatan di dunia terganggu. Ia menegaskan bahwa ruang siber tidak statis dan sangat dinamis.
Serangan siber ke depan menurut Ardi berawal dari dipelajari/pembelajaran. Kemudian pengintaian lalu dilakukan eksekusi melalui penetrasi dan infiltrasi. Serangan dilancarkan lewat berbagai macam media seperti email sampai flashdisk. Ruang siber, kata dia, adalah perang generasi kelima setelah darat, laut, udara, luar angkasa.
"Ke depan, ini sesuatu yang tidak bisa dianggap enteng. Kita sudah tidak bisa lagi mengabaikan masalah siber dengan berkata "ah ini tidak akan terjadi sama kita" sehingga artinya kita butuh suatu produk hukum undang-undang yang bisa menghindari masyarakat jadi korban."
Peneliti CSIS Fitriani mengatakan di era siber keberlangsungan dari sebuah negara adalah pertahanan atau mampu bertahan dari serangan siber. Sudah banyak hal yang membuktikan fakta ini dan ada bebarapa contoh yang pernah terjadi di Asia Tenggara.
Sebut saja serangan siber terhadap infrastruktur digital dua bandara di Vietnam pada 2016 yang membuat ratusan pesawat grounded sehingga puluhan ribu penumpang membatalkan keberangkatan. Kemudian serangan siber terkait kebocoran data rekam medis pasien di Singapura pada 2018.
"Untuk tahu itu semua cukup di Googling aja. Kita bisa temukan serangan-serangan siber yang bisa saja sewaktu-waktu terjadi di Indonesia. Kita harus bersiap kan," ujarnya.
Fitriani juga menceritakan saat Filipina tahun 2015 mendapat serangan ketika membawa konflik Laut China Selatan ke Pengadilan Internasional. Filipina akhirnya harus berhadapan dengan serangkaian cyber attack hingga cyber espionage yang membuat Kementerian Luar Negeri Filipina, firma hukum disana dan beberapa layanan pemerintah tidak berfungsi.
"Waktu itu sekretariat Asean di Jakarta juga mendapat serangan siber dimana pada waktu itu banyak malware. Nah, kami temukan server proxy-nya berada di Malaysia."