Tiga Hal Saran ELSAM Menyangkut RUU KKS
Jakarta, Cyberthreat.id – Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) diharapkan mengakomodasi pendekatan hak-hak asasi manusia (HAM).
Demikian disampaikan oleh Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar dalam diskusi “Arah Keamanan Siber Indonesia” di Jakarta, Rabu (7 Agustus 2019).
Menurut dia, dalam draf RUU KKS saat ini lebih mengutamakan kepentingan dan keamanan negara dan belum menyentuh isu HAM.
Padahal, menurut dia, inti dari keamanan siber adalah keamanan individu. Oleh karena itu, keamanan siber dan HAM harus bisa saling melengkapi dan menguatkan satu sama lain. “Keamanan siber harus didesain untuk menghormati HAM,” ujar dia.
Ada tiga hal penting yang menjadi tujuan kebijakan keamanan siber, menurut dia. Pertama adalah perlindungan terhadap individu. Pihak-pihak yang menyelenggarakan sistem transaksi elektronik harus mampu mengamankan data dan meminimalisasi risiko keamanan data.
Perlindungan terhadap perangkat dan juga jaringan harus menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah. “Perangkat dan jaringan seringkali diabaikan oleh pengguna dan juga pihak yang berwenang, untuk itu di sini kami menekankan hal yang penting tersebut untuk menjadi perhatian bersama,” kata Wahyudi.
Kedua, berkaitan dengan HAM, kata dia, negara memegang hak tanggung jawab penuh untuk melindungi hak dan keamanan warganya.
Maka dari itu, ia menekankan dalam hal yang berkaitan dengan keamanan siber, manusia harus ditempatkan sebagai pusat dari rancangan regulasi tersebut.
“Sebab yang menjadi korban utama dari suatu serangan siber adalah manusia, bukan hanya mesin maupun negara. Meskipun negara yang mendapat serangan, yang menderita kerugian paling banyak tetaplah individu,” ujar Wahyudi.
Ketiga, upaya lain yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menangani keamanan siber, yaitu harus dilakukan secara terbuka dan inklusif, serta melibatkan seleruh kelompok masyarakat.
“Regulasi keamanan siber tak bisa seperti regulasi lain yang sekadar melibatkan swasta dan masyarakat dalam porsi kecil,” ujar dia.
“Mereka (swasta dan masyarakat) justru harus menjadi bagian yang terintegrasi dari aspek keamanan siber, mengingat kasus-kasus negara lain menunjukkan bahwa masukan soal keamanan siber lebih banyak datang dari sektor swasta, seperti perusahaan-perusahaan teknologi,” ia menambahkan.
Redaktur: Andi Nugroho