Analis: PLN Harus Waspada Siber Terorisme

Ilustrasi

Jakarta, Cyberthreat.id - Analis keamanan dan intelejen Ridlwan Habib menilai PLN harus melakukan investigasi mendalam dan menyikapi serius terkait mati listrik di wilayah Jabodetabek pada Minggu (4 Agustus 2019).

"Investigasi mendalam harus segera dilakukan oleh PLN, termasuk mewaspadai kemungkinan adanya serangan Siber Terorisme di infrastruktur listriknya," ujar Ridlwan Habib di Jakarta, Senin (5 Agustus 2019).

Kejadian blackout listrik yang merata di seluruh Ibu Kota Jakarta menjadi peristiwa penting nasional. Banyak kerugian yang terjadi. Misalnya, MRT yang lumpuh, KRL tidak beroperasi, trafic light padam total dan gangguan berbagai fasilitas umum di ibukota negara.

Menurut Ridlwan, prioritas pertama PLN adalah harus bisa menemukan sumber masalah.

"Peristiwa ini diliput oleh berbagai media internasional, menunjukkan bahwa ibukota negara bisa lumpuh tanpa listrik. Ini berbahaya bagi sistem keamanan nasional," ujar Ridlwan.

Kewaspadaan terhadap serangan Siber Terorisme pada perangkat perangkat gardu utama baik Sutet maupun GITET PLN harus segera dilakukan.

"Kejadian yang hampir mirip pernah ada di Argentina bulan Juni lalu. Pemerintah Argentina juga menduga adanya serangan Siber di instalasi listrik Argentina," katanya.

Serangan siber terorisme bisa mengacaukan sistem kendali frekuensi dan pasokan listrik. Apabila tidak diantisipasi maka bisa berdampak pada situasi kepanikan masyarakat.

"PLN harus segera membuat tim Siber kontra terorisme yang memeriksa semua jaringan instalasi, termasuk perangkat dan email para petugas di lapangan agar aman dari serangan."

Ridlwan menambahkan, rencana darurat dan mitigasi dari PLN juga harus dievaluasi. Termasuk prosedur tanggap darurat bagi instalasi di pusat kota Jakarta.

"PLN bisa bekerjasama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang mempunyai kapabilitas dan personel untuk melakukan deteksi dini serangan Siber," kata Ridlwan.

PLN, kata dia, perlu membangun sistem komunikasi darurat jika kejadian serupa berulang.

"Jangan sampai ketika ada kejadian blackout justru pihak manajemen sulit berkomunikasi antar jajaran karena provider telekomunikasi mati. Harus disiapkan sistem lain, misalnya telepon satelit atau yang serupa, " katanya.