Kades Inovatif Ditahan, Menteri Gaungkan #SaveKadesInovatif
Cyberthreat.Id - Setelah sehari sebelumnya muncul petisi online di Change.org, penangkapan seorang kepala desa berprestasi di Aceh kini menjadi salah satu trending topic di sosial media Twitter.
Dilihat pada Jumat siang, 26 Juli 2019, hastag #SaveKadesInovatif menempati urutan kedua dan dikicaukan oleh lebih dari 2.000 pengguna Twitter.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia, Eko Putro Sandjojo ikut meramaikan cuitan itu. Lewat akun Twitter-nya yang terverifikasi, Eko meminta kepada pejabat di Aceh agar sang kepala desa yang disebutnya inovatif itu dibina, bukannya ditangkap.
"Pak Gubernur Aceh, Pak Kapolda Aceh tlg bantu Kades Aceh yang inovatif ini agar bisa terus berinovasi dan merangsang warga Aceh lainnya untuk tidak takut berinovasi. Kalau dia melakukan kesalahan admin, tolong dibina dan jangan ditangkap #SafeKadesInovatif," tulis Eko lewat akun Twitter @ekoSandjojo sembari melampirkan link sebuah berita.
Sejumlah netizen kemudian beramai-ramai menyatakan dukungannya dengan ikut memention Presiden Joko Widodo.
"Jangan halangi inovasi Desa, Kades butuh pembinaan bukaan pembinasaan," tulis seorang netizen.
"Kades inovasi tersebut dipermasalahkan oleh Dinas Pertanian Provinsi Aceh karena menjual bibit benih tanpa label," sambung netizen lain.
"Mohon dg sangat #SaveKadesInovatif Pak Menteri @EkoSandjojo dan khususnya jg kepada pihak otoritas lain yang terkait demi pertimbangan kemajuan pembangunan serta kesejahteraan desa," sambar pemilik akun @RahadiSaptono.
Seperti diberitakan sebelumnya, Polda Aceh pada 23 Juli 2019 menetapkan Teungku Munarwan sebagai tersangka atas laporan Kepala Dinas Pertanian Aceh. Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara itu, dilaporkan menjual benih padi jenis IF8 tanpa label.
Teungku Munarwan sendiri pada 2018 mendapatkan penghargaan Juara II Lomba Desa tingkat nasional bidang penguatan pembangunan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ia dinilai berhasil melakukan inovasi yang berdampak pada pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Di dunia maya, seorangg warga Aceh bernama Muhammad Nur yang juga Direktur Walhi Aceh menggagas petisi online di Change.Org. Hingga siang ini, petisi itu telah ditandangani oleh lebih dari 3.000 orang.
Penggagas petisi Muhammad Nur yang juga Direktur Eksekutif Walhi Aceh melihat penanganan kasus itu berpotensi penyalahangunaan kewenangan atau abuse of power.
Itu sebabnya, Nur dan Walhi Aceh meminta Pelaksana Tugas Gubernur Aceh untuk mencopot Kepala Dinas Pertamian dan Perkebunan Aceh, karena dinilai telah gagal menjalankan fungsi sebagai pembina dan pengayom petani, serta mematikan inovasi masyarakat dengan melaporkan Teungku Munirwan ke Polda Aceh.
“Walhi Aceh tidak bisa menerima prilaku demikian, karena peran dinas bukan memenjarakan rakyat, tapi membina rakyat untuk terus berinovasi sehingg terwujudnya Aceh Hebat sebagaimana visi Gubernur Aceh serta perwujudan Proyek Strategis Nasional pada bidang ketahanan pangan,” kata Muhammad Nur kepada awak media.
Lebih jauh, Muhamad Nur mengatakan seharusnya Pemerintah Aceh melakukan pembinaan hingga yang bersangkutan mendapatkan legalitas produk tersebut, bukan malah memenjarakannya. Apalagi, prestasi Munirwan telah diakui pemerintah dengan memberikannya penghargaan sebelumnya.
“Artinya, apa yang dilakukan Teungku Munirwan itu bukanlah sesuatu yang ilegal, karena di sisi lain pemerintah mengakui prestasinya,” kata Muhammad Nur.
Walhi Aceh menduga ada kepentingan bisnis Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh yang terganggu. Karena, berdasarkan informasi yang diperoleh, sudah ribuan petani di Aceh menggunakan benih IF8 karena hasilnya lebih melimpah dibanding benih yang dibagikan atau disubsidi pemerintah.
“Langkah yang diuambil Kadis Pertanian dan Perkebunan Aceh itu merupakan diskriminasi terhadap kreativitas masyarakt dalam berinovasi di desa. Seharusnya Pemerintah Aceh bersyukur dan memberi perhatian serius kepada pimpinan desa yang mampu berinovasi seperti Teungku Munirwan, bukan malah memenjarakannya,” kata Muhammad Nur.
Pendapat Muhammad Nur diperkuat oleh Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh Zulfikar Muhammad. Menurutnya, Munirwan ditahan sebagai Direktur PT Bumades Nisami karena memproduksi dan menjual bibit padi tanpa label jenis IF8 yang belum dilepas varietasnya dan belum disertifikasi.
Kasus itu dilaporkan pihak Kementerian Pertanian ke Polda Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh.
Zulfikar dan lembaganya kini sedang mengupayakan agar Munirwan mendapat penangguhan penahanan.
Menurut Zulfikar, penetapan Munirwan sebagai tersangka tergolong aneh. Sebab, kata dia, Munirwan tak merugikan siapapun lantaran mengembangkan dan menjual benih bibit oadi unggul jenis IF8.
“Ini lucu, jadi sebuah tindak pidana itu harus ada yang merasa dirugikan. Merugikan negara enggak, korupsi enggak. Ada petani yang kemudian menjadi korban juga tidak, Jadi kerangka kasusnya sangat lemah,” kata Zulfikar.
Menurut Zulfikar, yang harus diperiksa seharusnya adalah yang mengedarkan pertama, dalam hal ini pemerintah. Yang yang harus ditangkap pertama seharusnya kepala dinas, bukan langsung kepala desa-nya,” kata Zulfikar.
Menurut Zulfikar, benih IF8 tanpa label itu awalnya dibawa oleh pemerintah ke Nisam, Aceh Utara, lalu dikembangkan. Masyarakat di sana, kata dia, taunya bibit padi itu legal karena dibawa oleh pemerintah.
Menurut Zulfikar, bibit padi jenis IF8 itu awalnya adalah bantuan dari Gubernur Aceh pada 2017. Setelah ditanam, ternyata hasil panennya melimpah. Pada 2018, desa yang dipimpin Munirwan terpiliih sebagai juara II Nasional Inovasi Desa. Di level provinsi, desa yang dipimpin Munirwan menyabet Juara I Gampong (Kampung) Terbaik Dalam Pengelolaan Dana Desa Tingkat Provinsi Aceh pada 2017/2018.
Hasil panen yang melimpah membuat desa sekitar ingin membeli bibit yang ditanam warga kampung itu. Lantaran permintaan kian banyak, perangkat desa lantas membentuk Badan Usaha Milik Desa atau di Aceh dikenal dengan sebutan BUMG.
Ingin turut serta menandatangani petisi di Change.Org untuk membantu Teungku Munirwan? Anda bisa klik di tautan ini.[]