Wawancara APJII
Penetrasi Internet Mendukung Perekonomian Bangsa
Jakarta, Cyberthreat.id – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) optimis penetrasi jaringan internet di Indonesia semakin banyak dalam beberapa tahun ke depan. Saat ini mayoritas kota-kota besar Tanah Air sudah memiliki koneksi internet yang cukup bagus dan stabil.
Ketua umum APJII Jamalul Izza mengatakan terus berupaya mengajak rekan-rekan penyelenggara jasa internet agar bergerak membuka saluran ke daerah-daerah baru terutama wilayah pinggiran.
Google-Temasek menyebut pertumbuhan ekonomi digital Indonesia tahun 2019 sebesar 27 juta USD akan mencapai 100 juta USD pada 2025. Optimisme APJII cukup besar terlihat dari bertambahnya anggota penyelenggara jasa internet setiap tahunnya.
Kepada cyberthreat.id Jamalul Izza menuturkan usaha yang dilakukan APJII untuk meningkatkan penetrasi internet di Indonesia. Koneksi internet paling ideal untuk negara sebesar Indonesia hanya bisa diwujudkan dengan bekerja sama berbagai pihak.
Berikut petikan wawancaranya:
Orang awam mungkin tidak mengenal apa itu APJII. Bisa anda jelaskan?
Kami berdiri pada 1996 yang waktu itu anggotanya masih lima perusahaan. Karena adanya kepentingan, kemudian bikin asosiasi namanya APJII. Seiring berjalannya waktu dan berkat perjuangan teman-teman, APJII kemudian dipercaya sebagai distributor IP di indonesia dari Asia-Pacific Network Information Centre (APNIC) Australia sehingga APJII dipercaya jadi National Internet Registry (NIR).
Dulu, tidak semua negara di Asia Pasifik jadi NIR. Indonesia dipercaya distribusi IP karena negara yang tidak punya NIR dulu otomatis request IP harus ke Australia.
Distributor IP itu bagaimana?
Anda tahu semua device itu ada IP-nya. Misalnya setiap handphone ada IP dan distribusinya dilakukan APJII. Kemudian asosiasi berkembang hingga ada IIX (Indonesia Internet Exchange) yang terus membesar dan jalan sampai sekarang. Kini, APJII telah memiliki 500-an anggota perusahaan Internet Service Provider (ISP).
APJII juga punya anggota non penyelenggara jasa internet. Misalnya corporate atau korporasi, militer, financing, sekolah hingga universitas. Jadi, total semuanya anggota APJII kini mencapai sekitar dua ribu perusahaan.
Fungsi APJII apa?
Kami semua berfungsi membantu pemerintah dalam melakukan penetrasi internet di Indonesia. Perkembangan internet seperti apa? Aturannya apa? Regulasinya seperti apa? lalu kami juga bicara meningkatkan traffic lokal lebih tinggi termasuk security internet Indonesia.
Jadi, kalau orang bicara internet, maka orang-orang akan melihatnya ke APJII.
Kenapa?
Karena IP itu penting, karena tanpa IP tidak bisa connect apa pun dan semua device di internet pasti menggunakan IP.
Selain itu kami juga punya data. Data setiap IP yang digunakan oleh setiap perushaan, kami punya data security internet di Indonesia sehingga kami banyak kerja sama dengan berbagai pihak seperti Kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), Satuan Anti-Teror termasuk dengan semua Kementerian.
Kami saat ini punya anggota di seluruh Indonesia di 13 wilayah yang terdiri dari pengurus wilayah (Pengwil) sebagai perpanjangan tangan dari pusat. APJII tidak mungkin mengontrol semua dari pusat sehingga kami menempatkan perwakilan di daerah-daerah.
Untuk membangun sebuah Pengwil kami punya syarat-syarat. Misalnya kami melihat suatu wilayah yang sudah bagus dan penyelenggara jasanya sudah lumayan, penetrasi internetnya seperti apa dan jika sudah naik, kami bentuk Pengwil.
Di 13 wilayah Pengwil kami punya IX (Internet Exchange) seperti di Medan, Palembang, Batam, Pekanbaru, Lampung, Bandung, Semarang, Yogjakarta, Balikpapan, Makassar, Bali, Banten. Ke depan wilayah ini akan bertambah karena kami berpikir memang harus seperti itu.
Dana APJII darimana?
Ada namanya pendapatan dari distribusi IP. Kami juga punya data center, tapi sebenarnya APJII nirlaba sehingga hasilnya atau dana yang didapatkan itu harus dikembalikan ke pengembangan internet Indonesia. Contohnya Seperti pembangunan IX, membuat Pengwil dan semua itu dananya dari IP tadi.
APJII juga punya data center. Dulu kami menyiapkan rak untuk data center, tapi mulai 2015 kita konsentrasi data center APJII hanya untuk interkoneksi. Jadi saat ini kami sedang memperbesar koneksi.
IP itu bagaimana?
IP itu bukan hak milik dan statusnya sewa, dipinjamkan serta berbayar. Titik-titik IP itu APJII yang menentukan. Dan yang request IP harus perusahaan berbadan hukum nanti APJII yang distribusikan bekerja sama dengan Pusat Informasi Jaringan Asia Pasifik (APNIC).
Sampai saat ini kami sudah menempatkan 4 orang APJII di APNIC. Keempat orang itu stay di Jakarta dan mereka teleconference kalau terhubung atau kalau ada rapat APNIC.
Sekarang ada internet mendukung ekonomi digital, soal e-commerce, unicorn dan segala macam. Kira-kira peran APJII akan seperti apa?
Sebenarnya kami ingin unicorn yang tumbuh itu unicorn yang punya anak bangsa terutama. Bukan unicorn dari luar. Nah, APJII kan anggotanya penyelenggara jasa (internet) sehingga yang kami pastikan adalah bagaimana infrastruktur internetnya bagus, stabil dan aman serta tidak bermasalah. Ini yang harus kami pastikan.
Ibaratnya kami bikin jalan. Setelah jalan itu dibuat dengan bagus termasuk rambu-rambunya ada, aspalnya bagus, polisi lalu lintasnya ada, CCTV nya ada dan semuanya bertujuan membuat orang jalan dengan nyaman. Nah, jalur-jalur ini sama ibaratnya dengan jalur internet lalu kemudian kami persilakan konten untuk ‘lewat’.
Kan enak kalau jalur internetnya bagus, tapi kalau networknya jelek maka konten jelek juga bisa masuk. Misalnya kalau kita buka e-commerce lalu bisa dilihat setelah ngopi. Nah, kita kan tidak ingin seperti itu karena koneksinya lama. Artinya APJII harus memastikan konten itu berjalan bagus di dalam jalur yang telah dibangun tadi.
Kalau di lapangan bagaimana?
Setelah kami bangun jalur, maka kami akan cek ke lapangan apakah ada yang bermasalah. Misalnya daerah pinggiran koneksinya seperti apa.
APJII berupaya mendorong teman-teman dan anggotanya untuk membuka jalur internet seperti di daerah Timur misalnya Sulawesi, Aceh, Papua.
Kami dorong untuk buka infrastruktur disana, tapi memang teman-teman APJII tentu perlu melihat dan membuat perhitungan juga yaitu seberapa besar kebutuhan di sana. Intinya APJII akan selalu membuka pintu.
Membuka pintu maksudnya?
Kami akan datang ke sebuah tempat. Istilahnya jemput bola. Misalnya kami datang ke Aceh lalu adakan seminar literasi digital. Nah, di situ kami akan buka dan katakan bahwa teman-teman APJII percaya diri untuk membuka ISP di Aceh karena cuma ada beberapa provider.
Sebelumnya kami juga sudah membuka jalur di Makassar. Kami buat program lalu kami lihat daerah-daerah yang demand untuk internetnya tinggi tapi providernya kurang. Ini kami perhatikan.
Dukungan dari pemerintah seperti apa?
Dukungan dari pemerintah cukup bagus karena dalam bisnis internet pemerintah itu pembuat regulasinya. Sejauh ini ada beberapa regulasi dan APJII selalu diajak untuk ngobrol. Misalnya regulasi jasa telekomunikasi, regulasi keamanan data dan sebagainya. Kami diajak untuk duduk bareng karena APJII dalam industri ini.
Selain itu APJII berinteraksi langsung di lapangan. Kami tahu persis kondisi lapangan dan bagaimana internet di Indonesia sementara pemerintah butuh masukan. Di situ kami klop sehingga dalam membuat sebuah regulasi tidak dari satu sisi saja, tapi dari dua sisi yakni pemerintah dan pelaku serta pengguna.
Anggota APJII semakin banyak semakin bagus?
Begini ya, khususnya bagi anggota kami yang bertugas melakukan penetrasi internet. Negara kita sangat luas, kepulauan dan coba bandingkan dengan Singapura atau Malaysia yang bukan negara kepulauan. Saya tidak setuju jika dikatakan internet kita lemot sementara internet negara tetangga kenceng. Karena negara tetangga kita bukan kepulauan seperti Indonesia.
Singapura hanya sebesar Jakarta Selatan ya pasti kencang internetnya. Coba bandingkan dengan Papua ya memang kurang kenceng, tapi koneksinya ada. Nah, kondisi kepulauan itu membuat kami fokus menghubungkan antar pulau lewat submarine cable yang biayanya cukup besar.
Itu kan kabel laut yang harus dibangun di darat dan laut kemudian cost-nya cukup gede. Itu kabelnya kan swasta yang bangun.
Kalau pemerintah kan ada proyek Palapa Ring sedangkan swasta juga bangun kabel sendiri. Itu artinya semakin banyak anggota kami, maka penyebaran internet Indonesia semakin cepat juga.
Kami sudah mendorong teman-teman APJII membangun kota-kota yang lain di indonesia. Daerah mana yang kira-kira bagus untuk dibangun dan ketika sudah ditemukan dan sudah oke, lalu APJII masuk dan bergerak.
Tidak terpusat di Jawa kan?
Tidak karena internet di indonesia perkembangannya cukup cepat dan lumayan merata perkembangannya saat ini. Tapi daerah yang diincar tentu ada-ada saja masalah misalnya di kabupaten-kabupaten terpencil yang masalah utamanya infrastruktur.
Kondisi Jawa dan Sumatera pasti beda karena memang fokus di pulau Jawa, tapi APJII ingin sebar internet itu ke daerah-daerah. IX (exchange) yang banyak di Jakatrta, tapi hub akan kami sebar ke daerah-daerah.
Kami itu ingin bikin Sumatera Exchange, Sulawesi Exchange dan sebagainya. Karena kalau ada apa-apa, maka di Sumatera masih jalan dan ada backupnya. Sekarang kan kami punya 13 exchange.
Perkembangan terbaru?
Bisnis ISP tidak pernah ada kaitan dengan politik. Mau Pemilu atau mau Pilkada yang jelas internet tetap jalan. Beda dengan bisnis yang lain dan saya katakan Pemilu itu kabelnya sekarang di internet.
Kalau pun ada pengaruh ya kami rasakan paling di nilai tukar dollar saja karena belanja bandwith kan pakai dollar. Mimpi kami Indonesia bisa jadi hub internasional. Kalau sekarang hub yang dikenal itu kan Singapura dan Hong Kong. Masa kita Indonesia sebesar ini tidak bisa.
Indonesia bisa melakukan banyak hal terkait internet ini. Semuanya pasti laku dan banyak peminat sehingga kalau ada konten luar masuk harus bikin data center di sini. Big data-nya di Indonesia dan kita bikin hub.
Contohnya?
Saat gempa Taiwan 2008 internet Indonesia pernah mati total. Waktu itu kita sangat tergantung dan traffic dari luar cukup besar. Tapi itu dulu karena pada waktu itu bisa dikatakan konten luar dibanding konten kita itu kira-kira 70 persen banding 30 persen.
Nah, sekarang konten lokal mulai muncul dan bersaing. Mungkin kini kisarannya 60-40 persen dimana 60 persen konten lokal. Dengan semakin banyak konten, kita tentu ingin pihak luar yang belanja traffic ke Indonesia. Itu artinya kita harus bisa bangun hub inetrnasional dan tidak tergantung sama tetangga.
Saya katakan SDM internet Indonesia tidak kalah. Kita punya talenta-talenta terbaik yang saat ini banyak lari ke luar karena Indonesia tidak punya wadah.
Kenapa mereka keluar?
Karena mereka tidak tahu mau ngapain di sini. Contohnya saja, ada berapa lab di Indonesia?