AS Sebut Peretas Rusia di Balik Serangan Ransomware Sepanjang 2021

Ilustrasi | Foto: unsplash

Cyberthreat.id – Sepanjang 2021 perangkat lunak ransomware buatan peretas Rusia banyak digunakan untuk skema serangan siber, demikian kata Departemen Keuangan AS, Selasa (1 November 2022).

Depkeu menerima laporan berkaitan dengan pemerasan ransomware sejak akhir 2020. Jaringan Penegakan Kejahatan Keuangan AS (FinCEN) mengatakan, telah menerima 1.489 pengaduan terkait ransomware. Total nilai uang tebusan yang diminta mencapai hampir US$1,2 miliar pada 2021, melonjak 188 persen dari tahun sebelumnya.

Dari 793 insiden ransomware yang dilaporkan pada paruh kedua 2021, menurut Reuters, sekitar 75 persen memiliki kaitan dengan Rusia, proxy mereka, atau orang yang bertindak atas nama mereka.

“Kita mungkin menghadapi tantangan ransomware dengan kacamata berbeda. Dalam beberapa kasus, seperangkat alatnya sama sekali berbeda, tapi kita di sini tahu bahwa ransomware tetap menjadi ancaman kritis bagi apra korban di seluruh dunia,” ujar Wakil Menteri Keuangan Wally Adeyemo.

Ia mengatakan hal itu dalam pertemuan dengan para pejabat dari 37 negara dan 13 perusahaan global di Gedung Putih. Pertemuan dalam rangka mengatasi ancaman ransomware dan kejahatan siber lain, termasuk pemakaian kriptokurensi ilegal.

Serangan ransomware telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir dengan lebih dari 4.000 serangan dilaporkan di luar AS selama 18 bulan terakhir, demikian kata pemerintah AS.

Negara-negara yang berpartisipasi selain Amerika Serikat, meliputi: Australia, Austria, Belgia Brasil, Bulgaria, Kanada, Kroasia, Republik Ceko, Republik Dominika, Estonia, Komisi Eropa, Prancis, Jerman, India, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Kenya , Lituania, Meksiko, Belanda, Selandia Baru, Nigeria, Norwegia, Polandia, Korea Selatan, Rumania, Singapura, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Ukraina, Uni Emirat Arab, dan Inggris.

Rusia, Belarusia, dan negara-negara lain yang diyakini sebagai lokasi peretas tidak berpartisipasi.

Sementara, perusahaan yang berpartisipasi, seperti Crowdstrike, Mandiant, Cyber ​​Threat Alliance, Microsoft, Cybersecurity Coalition, Palo Alto, Flexxon, SAP, Institute for Security + Technology, Siemens, Internet 2.0, Tata – TCS, dan Telefonica.[]