Kunci Bertahan di Dunia Startup Menurut Presiden Bukalapak

Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid | Foto: Faisal Hafis (M)/Cyberthreat.id

Jakarta, Cyberthreat.id – Ingin sukses di dunia startup teknologi, carilah panutan yang mumpuni.

Salah satunya, kamu bisa mengikuti jejak Faisal Rasyid yang mendirikan Bukalapak, platform pasar daring yang kini teratas di Indonesia.

Bersama Ahmad Zaky dan Nugroho Herucahyono, Faisal membesarkan Bukalapak menjadi seperti sekarang. Dimulai dengan memesan alamat website  seharga Rp 80 ribu, Bukalapak kemudian berubah menjadi raksasa e-commerce Tanah Air dengan nilai valuasi sekitar Rp 14 triliun—ini disampaikan CEO Bukalapak Ahmad Zaky saat ulang tahun perusahaan ke-8 pada 10 Januari 2018. Di usia delapan tahun, Bukalapak telah berstatus unicorn.

Mengutip iPrice Insight, yang diakses Rabu (17 Juni 2019) pukul 10.00 WIB, Bukalapak termasuk startup e-commerce nomor tiga di Indonesia setelah Tokopedia dan Shopee. Penilain itu dari segi jumlah kunjungan pada data kuartal II-2019.


Berita Terkait:


Jika berdasarkan unduhan, Bukalapak nomor empat di App Store, di bawah Shopee (peringkat 1), Tokopedia (2), dan Lazada (3). Hal serupa juga terjadi di Play Store, urutan tersebut tidak berubah.

Dari segi jumlah karyawan, Bukalapak memiliki karyawan sebanyak 2.696 orang. Ini menempatkan perusahaan di peringkat keempat di bawah Tokopedia (3.144 orang), Shopee (3.017) orang), dan Mapemall (2.933 orang).

Disebutkan dari situs web Crunchbase.com, di balik kebesaran Bukalapak terdapat sejumlah investor yang terbagi dalam pendanaan Seri A, Seri B, dan Seri D. Investor yang menggelontorkan dana di Seri A, antara lain 500 Startups, IREP, Strive, aucfan Co. Ltd.. Lalu pada Seri B terdiri atas 500 Startups dan Emtek Group. Terakhir, Seri D meliputi GIC, Emtek Group, Ant Financial, dan Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund.

Apa yang membuat Bukalapak tumbuh seperti itu?

Fajrin membagikan kunci untuk bertahan di dunia startup.Ia seringkali ditanya: “Apa yang membuat Anda tetap bertahan untuk terus menjalankan Bukalapak?”

Ia berkali-kali sulit menemukan jawaban yang tepat. Sampai akhirnya ia menemukannya setelah membaca buku Grit karangan Angela Duckworth. Angela adalah Profesor di bidang Psikologi di University of Pennsylvania.

“Saya pikir cocok untuk menambah wawasan terkait pertanyaan ini,” tulis Fajrin seperti dituliskannya dalam artikel “Apa yang Membuat Kita Bertahan dalam Menjalankan Startup?” yang diunggah di Medium.com pada 3 Desember 2017.

Melalui serangkaian riset, Angela mengemukakan bahwa grit (diterjemahkan Fajrin sebagai keuletan atau resiliensi) sebagai salah satu hal terpenting, jika bukan yang paling utama, dalam menentukan kesuksesan seseorang. Grit ini terbagi ke dalam dua elemen, yakni passion (kegemaran) dan perseverance (ketekunan).

Passion atau kegemaran

Jadi, hal yang pertama yang membuat dirinya bertahan dalam menjalankan startup adalah, "memastikan bahwa kita menggemari hal tersebut," kata dia.

"Follow your passion mungkin bukan suatu hal yang asing kita dengar. Yang mungkin tidak semua orang tahu adalah passion bukanlah hal yang serta merta turun dari langit, seolah kita mendapat pencerahan atau aha moment."

Menurut Fajrin, kegemaran merupakan suatu hal yang tumbuh melalui proses discovery (pencarian), development (pengembangan), dan deepening (pendalaman seumur hidup).

"Jadi, buat Anda yang merasa belum memiliki passion, atau merasa bahwa pekerjaan yang Anda kerjakan sekarang bukan passion Anda, coba renungkan kembali."

"Nah, bagi Anda yang membangun startup, besar kemungkinannya bahwa Anda memang menggemari startup tersebut — jika tidak, mengapa membangunnya?” kata Fajrin.

Jika ternyata startup tersebut bukan kegemaran, menurut Fajrin, perlu mengkalkulasi opportunity cost apabila memilih untuk mengembangkan startup itu karena ada investasi waktu dan sumber daya lain dari awal.

“Saran saya, jika memungkinkan, teruskan startup Anda, karena kegemaran itu sesuatu yang dapat ditumbuhkan. Anda mungkin memulai startup karena hal lain (bukan karena kegemaran), tetapi seiring tumbuhnya startup Anda, bisa jadi Anda menumbuhkan kegemaran akan hal tersebut."

Ketekunan

Selain kegemaran, faktor kedua yang membuat Fajrin bertahan di dunia startup adalah membangun ketekunan dengan mencari makna di balik kegiatan tersebut.

Ia lalu mencontohkan pekerjaan kasar seperti tukang bangunan. Apabila mereka sedang menyusun batu bata untuk sebuah tempat ibadah dan ditanya, apa yang sedang Anda lakukan? Jawabannya bisa bermacam-macam:

1. Saya sedang menyusun batu bata

2. Saya sedang membangun tempat ibadah

3. Saya sedang membangun rumah Tuhan

Jawaban pertama, kata dia, menandakan aktivitas, jawaban kedua menandakan karier/pekerjaan, dan jawaban ketiga menandakan purpose (makna/panggilan).

Menurut Fajrin, hasil riset Angela mengemukakan bahwa orang yang memiliki makna dalam kegiatan yang dilakukannya, plus dia sangat menggemari hal tersebut, memiliki kemungkinan berhasil paling tinggi dibandingkan dengan lainnya.

"Jadi, untuk membangun ketekunan, carilah makna yang sebesar-besarnya akan startup yang sedang Anda bangun, meskipun bisa jadi ketika di awal Anda membangun startup, Anda belum berpikir sampai sana," kata dia.

"Lihatlah kembali apakah startup Anda memberikan impact positif kepada masyarakat? Sebagai contoh, startup peer to peer lending atau crowdfunding memberikan manfaat langsung kepada UKM atau lembaga/kegiatan yang diberikan pendanaan."

Ia mengatakan, startup yang menjual produk-produk organik tentua memberikan manfaat langsung bagi petani atau pelaku usaha agraris yang menjadi produsen startup tersebut.

"Apabila Anda sudah menemukan makna tersebut, cobalah untuk dokumentasikan sebagai pengingat untuk dilihat kembali di kemudian hari, terutama ketika Anda sedang kurang bersemangat," kata dia.

Jangan ikut-ikutan

Menurut Fajrin, makna atau alasan kuat itu menjadi penting saat ini. “Karena saya melihat ada kecenderungan startup ini menjadi hype dalam arti (sebagian) orang membangun startup karena ikut-ikutan, kata dia.

“Mereka melihat bahwa startup tumbuh cepat selama beberapa tahun terakhir sehingga mereka berpikir ini dapat menjadi kesempatan instan untuk sukses."

"Yang mereka kurang melihat adalah, lebih dari 90 persen startup itu berakhir dengan kegagalan. Yang masih bertahan pun banyak yang belum tentu akan terus bertahan (masih ada risiko akan gagal),” Fajrin menambahkan.

Menurut dia, seseorang yang ingin membangun startup karena ikut-ikutan dan berharap sukses dengan instan, biasanya ketika menghadapi masalah akan kebingungan atau shocked.

Berbeda dengan orang yang membangun startup karena memiliki makna atau alasan yang kuat. Mereka akan lebih tahan banting atau tidak mudah menyerah.

"Terakhir, akan lebih mudah apabila Anda tidak membangun startup sendiri, tetapi dengan partner. Apabila ada 2–3 orang pendiri startup, mudah-mudahan dapat saling melengkapi dan memberikan semangat, sehingga ketika ada salah satu yang sedang merasa down, partner lain dapat memberikan motivasi," ujar Fajrin.