Kebijakan Pendaftaran PSE, Langkah Awal Kedaulatan Digital di Indonesia
Cyberthreat.id – Pakar Keamanan dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menilai kebijakan pemerintah terkait kewajiban pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat menjadi awal penegakan kedaulatan digital di indonesia.
“Kewajiban pendaftaran PSE ini merupakan langkah awal bagi penegakan kedaulatan digital Indonesia,” kata Alfons dalam keterangan pers yang diterima, Senin (1/8).
Menurut Alfons, banyak instansi negara yang berkepentingan dengan pendaftaran PSE ini, seperti OJK dan BI yang akan sangat dibantu dalam mengelola aplikasi finansial, Pinjol dan dompet digital asing yang menjalankan aktivitasnya di Indonesia tanpa izin. Dengan adanya kewajiban pendaftaran ini, maka pemerintah tidak hanya akan lebih mudah untuk untuk mengawasi berbagai aplikasi, namun juga menagih pajak pada PSE asing yang menjalankan aktivitas bisnisnya di Indonesia.
Namun, dalam menegakkan kedaulatan digital ini, pendekatan yang dilakukan juga tidak boleh terlalu kaku. Karena PSE asing yang dibiarkan ini sudah memiliki banyak pengguna yang tentunya akan langsung marah dan protes karena comfort zonenya terganggu. Kominfo perlu melakukan pembenahan pada sistem dan organisasinya dimana profesionalisme, transparansi dan pembenahan sistem internal serta SDM yang mumpuni. Sehingga mampu memberikan layanan yang baik dan tidak mempersulit PSE yang mendaftar atau malah memanfaatkan pendaftaran PSE ini sebagai sarana KKN baru.
“Organisasi Uni Eropa dengan GDPRnya yang profesional, disegani oleh PSE dan menjadi panutan banyak negara didunia ini dapat dijadikan contoh,” kata Alfons.
Alfons juga menilai, kebijakan yang mewajibkan pendaftaran PSE Lingkup Privat ini terlambat. Sebab, PSE asing sudah menjalankan aktivitasnya bertahun-tahun tanpa pengawasan dimana aturan yang berlaku pada PSE tersebut sepenuhnya ditentukan oleh PSE yang bersangkutan melalui EULA End User License Agreement. Selain itu, karena PSE adalah entitas bisnis, tentunya kepentingan yang diutamakan oleh PSE yang bersangkutan adalah kepentingan pemegang saham yang secara logis akan mengutamakan kepentingan finansial di atas kepentingan lainnya.
“Ibarat kata pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak dilakukan sama, pemerintah baru menyadari pentingnya ranah digital dan ingin mengklaim kembali kedaulatan digital Indonesia,” kata Alfons.
Alfons menambahkan, keputusan blokir pun sangat tepat dilakukan jika PSE tidak berminat mengikuti aturan main yang ada di Indonesia. Namun, jika PSE yang sudah diblokir tetap tidak ingin melakukan pendaftaran, salah satu solusi yang bisa dilakukan oleh masyrakat adalah mencari aplikasi pengganti dengan fungsi yang sama.
“PSE Indonesia seperti Gojek jika ingin berusaha di negara lain jelas-jelas harus mengikuti aturan di negara yang bersangkutan, maka PSE asing juga harus seperti itu,” tutup Alfons.