BSSN Minta Komunitas Siber Indonesia Bersikap Netral soal Konflik Rusia-Ukraina

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara Hinsa Siburian | Foto: Arsip BSSN

Cyberthreat.id – Kepala Badan siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian, meminta agar komunitas siber yang ada di Indonesia bersikap netral terhadap konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

“Saya menghimbau kepada masyarakat dan komunitas siber untuk tidak ikut melakukan aktivitas yang mendukung salah satu pihak, agar Indonesia tidak terjebak dalam situasi konflik di ruang siber,” ujar Hinsa dalam pernyataan pers yang diterima, Senin (7 Maret 2022).

Hinsa menyebutkan, konflik Rusia dan Ukraina saat ini telah melibatkan penggunaan ruang dan potensi siber. Guna menyikapi hal tersebut, aktivitas di ruang siber hendaknya selaras dengan sikap politik negara yang bebas aktif, netral tidak berpihak kepada siapapun.

Ia pun meminta agar komunitas siber di Indonesi  tetap dapat menjunjung tinggi salah satu pilar keamanan siber yang sedang diperjuangkan di forum PBB yaitu “Responsible State Behaviour in Cyberspace”. Hal ini dapat dilakukan dengan tidak ikut campur dan melakukan serangan siber ke salah satu negara yang sedang berkonflik tersebut.

Hinsa juga mengungkapkan 62 persen serangan siber ke Indonesia merupakan serangan malware. Ia menyebutkan, anomali trafik yang didominasi oleh aktivitas malware menjadi salah satu tantangan dalam proses transformasi digital. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas pengguna di internet dibayangi oleh ancaman akan infeksi maupun pencurian informasi yang mungkin terjadi melalui infeksi malware tersebut.

“Dari 1,6 miliar serangan siber yang masuk ke Indonesia, paling banyak adalah serangan malware, kemudian disusul dengan aktivitas trojan 10 persen dan information gathering 9 persen,” ujar Hinsa.

Berdasarkan monitoring yang dilakukan oleh National Security Operation Centre (NSOC), ada 4 tren kasus insiden siber di Indonesia, yaitu web defacements, data breach, human operated ransomware, dan advanced persistent threat (APT).

Serangan siber di Indonesia banyak menyasar sektor pendidikan seperti perguruan tinggi dan sekolah, sebesar 38,03 persen. Kemudian disusul oleh swasta sebesar 25,37 persen, pemerintah daerah sebesar 16,86 persen, pemerintah pusat sebesar 8,26 persen, sektor hukum sebesar 4,18 persen, dan personal sebesar 2,66 persen.

BSSN telah melakukan sejumlah langkah teknis untuk mengantisipasi serangan siber, seperti pemasangan sensor honeynet dan analisis malware, optimalisasi cakupan monitoring NSOC, pembentukan tim respon insiden keamanan siber (CSIRT), pelaksanaan Information Technology Security Assessment (ITSA), dan penguatan sistem elektronik melalui penerapan kriptografi.

Ia juga menghimbau agar seluruh penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab. Ia juga meminta agar pemilik system mengoperasikan sistem elektronik sebagaimana mestinya sesuai amanat UU ITE dan PP PSTE.[]

Redaktur: Andi Nugroho