Koalisi Advokasi Minta Pembahasan RUU PDP Dilanjutkan

Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar. | Foto: Dokumen Cyberthreat.id/Faisal Hafis

Cyberthreat.id – Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi (KA-PDP) meminta Pemerintah dan DPR segera melanjutkan proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP).

Direktur Eksekutif ELSAM  Wahyudi Djafar, yang juga menjadi bagian dari koalisi, mengatakan ada beberapa hal krusial yang mengharuskan Indonesia segera memiliki legislasi PDP. Ini khususnya untuk menopang prioritas pengembangan ekonomi digital yang gencar dipromosikan oleh pemerintah.

Ia pun mendorong agar DPR bisa segera memastikan kelanjutan proses pembahasan RUU PDP, dengan mengagendakan perpanjangan kembali pembahasan RUU PDP pada masa sidang DPR berikutnya.

Selain itu, menurut Wahyudi, DPR dan Pemerintah harus bisa mengakselerasi proses pembahasan RUU PDP, dengan tetap memperhatikan keterbukaan dan partisipasi aktif publik. Hal itu penting untuk memastikan kualitas materi legislasinya, agar dapat diimplementasikan secara efektif.

Wahyudi menambahkan, Indonesia juga perlu menunjukkan kredibilitas dan reputasi yang baik dalam mengemban amanah Kepresidenan G20, yang salah satu topik kunci yang didorong pemerintah Indonesia dalam pertemuan G20 adalah terkait cross border data flows (arus data lintas negara) dan data free flow with trust (arus data bebas dengan kepercayaan). Sementara pelindungan data pribadi adalah elemen kunci yang menentukan tingkat kepercayaan dalam arus data lintas negara.

“Bila dibandingkan dengan negara-negara G20 lainnya, tinggal tersisa Indonesia, India, dan Amerika Serikat yang belum memiliki legislasi PDP yang kuat dan komprehensif. Keberadaan legislasi PDP akan menentukan kesuksesan Kepresidenan Indonesia dalam forum G20,” ungkap Wahyudi dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (17 Februari 2022).

Namun, sejauh ini belum ada titik temu antara pemerintah dan DPR perihal pembentukan Otoritas Pelindungan Data Pribadi (Otoritas PDP).

Dalam usulannya, pemerintah bersikeras untuk membentuk Otoritas PDP di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika, sedangkan mayoritas fraksi di DPR menghendaki sebuah Otoritas PDP yang mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden. Akibat situasi itu terjadi deadlock di dalam proses pembahasan. DPR berpendapat bahwa kejelasan bentuk Otoritas PDP akan menentukan proses pembahasan materi-materi lainnya yang bersinggungan dengan otoritas ini.

“Sejauh ini Kominfo juga belum menindaklanjutinya dengan komunikasi secara intensif bersama DPR, guna mencari bentuk Otoritas PDP yang ideal, otoritas ini akan sangat menentukan efektivitas implementasi UU PDP, dan memastikan perlakuan yang adil baik terhadap sektor privat maupun publik,” kata Wahyudi.

Wahyudi mengatakan, berbagai peraturan perundang-undangan sektoral yang mengatur perlindungan data pribadi belum cukup sebagai rujukan untuk memastikan perlindungan yang efektif dalam pemrosesan data pribadi mengingat berbagai kebijakan tersebut belum sepenuhnya mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan data pribadi, dan cenderung tumpang tindih satu sama lain, yang berakibat pada ketidakpastian perlindungan.

Menurutnya, ada beberapa aspek yang masih nihil dalam peraturan perundang-undangan saat ini, antara lain terkait cakupan dasar hukum dalam pemrosesan data pribadi, klasifikasi data pribadi khususnya perlindungan data pribadi sensitif, jaminan perlindungan hak-hak subjek data, juga kejelasan kewajiban pengendali/pemroses data.

“Kondisi tersebut tentunya menjadikan legislasi perlindungan data pribadi yang saat ini berlaku, sulit dikatakan setara atau setidaknya mendekati aturan serupa di negara lain, yang memiliki hukum perlindungan data komprehensif,” sebut Wahyudi.

Karenanya, Wahyudi menilai,  keberadaan legislasi PDP yang komprehensif akan memberikan banyak manfaat. Tidak hanya memastikan perlindungan hak atas privasi warga negara, tetapi juga terkait erat dengan arah pembangunan ekonomi, yang bertumpu pada sektor digital.[]
 

Editor: Yuswardi A. Suud