Identifikasi Pelanggan Berbasis NIK, Tiap Bulan Server Dukcapil Kemendgari Diakses 100 Juta Kali
Cyberthreat.id – Sistem pengenalan identitas pelanggan (electronic-Know Your Costumer/e-KYC) berbasis Nomor Induk Kependudukan makin banyak digunakan oleh lembaga pelayanan publik.
Pemanfaatan sistem tersebut diklaim dapat mencegah berbagai bentuk kejahatan siber, seperti penipuan.
“e-KYC mempunyai peran strategis dalam mengatasi berbagai ancaman siber, khususnya untuk menjaga data pribadi,” ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakhrulloh, kepada Cyberthreat.id, Rabu (9 Februari 2022).
Namun, ia mengingatkan bahwa tiap-tiap organisasi yang memakai NIK dalam proses idetifikasi pelanggan juga tetap memastikan teknologi yang digunakan aman.
Organisasi yang kini telah mengakses data kependudukan, antara lain perbankan, pasar modal, industri telekomunikasi dan lingkup pemerintah, seperti Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan.
“Kalau kita belum beralih sepenuhnya dari manual, maka terbayang biaya untuk KYC menjadi sangat besar. Itulah pentingnya bagaimana seluruh sektor bergerak bersama menerapkan e-KYC berbasis NIK agar pelayanan menjadi jauh lebih cepat,” kata Zudan.
Jumlah pengakses
Selama tujuh tahun terakhir, tercatat per Desember 2021, organisasi yang yang memanfaatkan e-KYC berbasis NIK terus membengkak.
Kurang lebih selama waktu tersebut kurang lebih 7,7 miliar kali NIK yang disimpan di server Dukcapil Kemendagri telah diakses oleh organisasi yang diizinkan pemerintah.
“Bahkan, selama Januari 2022, itu sudah bertambah lagi kurang lebih 100 juta NIK diakses oleh berbagai lembaga pelayanan publik,” ujar Zudan.
“Rata-rata setiap bulan, NIK di data center Dukcapil itu diakses berbagai lembaga kurang lebih 100 juta kali, sehingga per tahun terdapat 1,2 miliar kali NIK diakses,” sebut dia.
Dengan semakin banyaknya jumlah NIK yang diakses oleh berbagai lembaga pelayanan publik, hal tersebut menunjukkan mulai terbangunnya kepercayaan digital (digital trust) di masyarakat. Yang artinya, semakin mudah bagi masyarakat untuk menerima berbagai inovasi digital khususnya dalam hal pelayanan publik.
Namun, Zudan menyebutkan digital trust yang makin tumbuh di masyarakat ini harus dibarengi dengan literasi digital. Hal ini harus dilakukan untuk mencegah masyarakat menyerahkan data pribadinya kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Literasi digital ini harus dilakukan untuk mencegah kejahatan siber ke masyarakat yang mulai beralih ke layanan berbasis digital,” kata dia.[]
Redaktur: Andi Nugroho