HARI PERS NASIONAL 2022

Platform Digital Akan Diatur demi Keberlanjutan Hidup Pers

Menkominfo RI Johnny G. Plate | Foto: Arsip Kemenkominfo/2021

Cyberthreat.id – Pemerintah tengah mengkaji regulasi yang memungkinkan terciptanya konvergensi dan level playing field yang adil di ruang digital antara media konvensional (cetak, radio, dan televisi) dengan media baru, seperti over-the-top (OTT).

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan hal itu dalam Konvensi Nasional Hari Pers Nasional 2022 bertajuk “Membangun Media Massa yang Berkelanjutan”, Selasa (8 Februari 2022) dikutip dari situsweb Kominfo.go.id.

Johnny mengatakan, pemerintah akan terus mengkaji payung hukum yang sesuai substansi dalam mewujudkan jurnalisme berkualitas. Selain itu juga mengatur “tanggung jawab platform digital dengan memperhatikan draf usulan publisher rights yang disampaikan oleh Dewan Pers dan Task Force Media Sustainibility,” ujar Menkominfo.

Bentuk payung hukum tersebut masih akan disesuaikan apakah dalam bentuk undang-undang atau peraturan pemerintah.

Penyusunan regulasi publisher rights tersebut mengacu yang telah dibuat oleh sejumlah negara, seperti Australia dan Kanada.

“Dengan berbagai dukungan regulasi dan kebijakan, Kominfo berharap pers dapat senantiasa meningkatkan kualitasnya guna mencerdaskan, sekaligus menjaga persatuan bangsa kita,” ia berharap.

Pada Senin (7 Februari), Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengatakan, pers Indonesia harus segera beradaptasi dengan perkembangan teknologi.

Tindakan cepat pers dalam beradaptasi, kata dia, untuk menghindari keterlambatan yang berefek buruk, seperti kemandekan laba bisnis, bahkan kebangkrutan institusi pers.

Dengan adanya ruang digital, pertumbuhan pers online juga makin bertumbuh.

"Kalau kita lihat data pertumbuhan media daring sebagai salah satu media yang memanfaatkan ruang siber itu pertumbuhannya sangat luar biasa sehingga kami sangat menyarankan, bahkan bisa kita diskusikan secara matang cara bermigrasi dari ruang fisik untuk memasuki wilayah siber. Paling tidak, kita memasuki hybrid, yaitu kombinasi antara ruang fisik dan siber," tutur Nuh dikutip dari Antaranews.com.

Akurasi, bukan kecepatan

Sementara itu, Direktur Pemberdayaan Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika), Kementerian Kominfi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, menyinggung agar pes mengutamakan akurasi informasi berita daripada kecepatan publikasi.

“ (Ini) untuk mengatasi penyebaran hoaks,” ujarnya.

Berdasarkan data Ditjen Aptika Kominfo, salah satu risiko keberadaan dunia digital adalah kemunculan berbagai konten negatif di ruang siber, seperti hoaks, perundungan siber, penipuan secara daring, kasus intoleransi, bahkan radikalisme.

Dari seluruh temuan itu kata dia, hoaks merupakan dampak negatif yang paling mendominasi.

“Selama kurun beberapa waktu terakhir, yaitu sejak Agustus 2018 sampai Januari 2022, temuan isu hoaks ini masih mendominasi. Jumlahnya mencapai 9.546,” ujar Bonifasius.

Menurut dia, Dewan Pers sebaiknya perlu mengevaluasi pendaftaran media-media daring serta memastikan insan pers memberikan pemberitaan yang sesuai dengan kode etik jurnalistik.

“Kominfo mendukung kebebasan pers di era digital ini, tetapi tetap menjunjung tinggi peraturan yang ada serta mendukung jurnalisme digital lewat regulasi-regulasi yang mendukung,” ujarnya.[]