Bahayanya Malvertising: Konten Menyesatkan hingga Unduh Malware

Ilustrasi | Foto: usa.kaspersky.com

Cyberthreat.id – Materi iklan yang berbahaya (malvertising) dan iklan yang menyesatkan jadi ancaman serius bagi industri iklan karena bisa dengan cepat mengikis keamanan merek.

Bagaimana cara kerja mereka? Cukup dengan mengundang klik, lalu mengarahkan pengguna ke situsweb yang memberi informasi palsu, atau lebih buruk lagi, membahayakan perangkat pengguna dengan malware, tulis MGID, platform jaringan iklan berbayar dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (2 Februari 2022).

Menurut MGID, konten iklan berbahaya dilakukan oleh aktor jahat yang "mendandani" konten agar terlihat seperti iklan asli, sering kali menyamar sebagai situsweb atau merek terkenal.

“Pertukaran terprogram dan publisher yang tidak siap menghadapi ancaman ini sering salah membaca konten sebagai konten asli dan merilisnya ke pengguna. Setelah iklan berbahaya diklik, komputer pengguna pun terancam,” jelas perusahaan.

Iklan yang menyesatkan bisa berbentuk macam-macam, bisa berupa sifat, kualitas, ketersediaan, harga, komposisi suatu produk. Atau, bisa juga berupa iklan yang tampaknya mempromosikan merek tertentu, tetapi pada kenyataannya mengarahkan pengguna ke situsweb yang berbeda.

“Itu biasanya dilakukan melalui cloaking, yaitu menutupi alamat situsweb yang akan diklik pengguna,” katanya.

Dalam kasus cloaking, dampaknya pada reputasi publisher bisa rusak. Namun, dalam kasus malvertising, kerusakannya bisa termasuk dampak serius bagi pengguna, misalnya, membuka backdoor yang mengarah ke phishing, keystroke loggers, ransomware, dan perangkat lunak berbahaya lainnya.

Siapa yang rentan?

Singkatnya, semua orang rentan. Bagaimanapun, publisher dan pengiklan paling terpengaruh secara langsung. Mulai dari platform terkecil hingga terbesar, bahkan perusahaan-perusahaan seperti Google dan Facebook dapat menjadi mangsa malvertising.

Adapun solusi yang membantu mengatasi masalah ini, terutama untuk platform iklan online, yaitu verifikasi kualitas iklan dan proses moderasi internal pada platform iklan, kata Moch. Rifki, Head of Publisher Development MGID Indonesia & Malaysia.

Menurut dia, perlu ada buku panduan lokal untuk memastikan bahwa setiap pasar dilayani sesuai peraturan spesifik yang ada. Semua pedoman dan buku panduan iklan diperbarui secara proaktif saat terjadi perubahan dalam undang-undang.

“Tim moderasi juga tidak hanya memeriksa materi iklan dan tulisan, tetapi juga prelanders, landing page, dan semua hal lain yang akan dilihat dan berinteraksi dengan pengguna setelah mereka mengklik iklan,” ujarnya.

Menurut Rifki, saat tim moderator menolak iklan karena melanggar peraturan juga harus disertai alasan terperinci.[]