Perangi Hoaks dan Disinformasi, Indonesia Butuh Regulasi OTT untuk Memaksa YouTube, Facebook dkk

YouTube | Foto: freepik.com

Cyberthreat.id – Anggota Komisi 1 DPR RI, Bobby Adhityo Rizaldi, menyarankan agar pemerintah segera menerbitkan regulasi terkait layanan over the top (OTT), seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan lainnya agar penyebaran hoaks dan disinformasi di layanan tersebut bisa dicegah.

“Saat ini kita belum memiliki regulasi pengawasan OTT. Ini yang membuat konten apa saja bisa diunggah dan diakses dari berbagai platform seperti YouTube, WhatsApp, dan media sosial lainnya,” kata Bobby kepada Cyberthreat.id, Kamis (13 Januari 2022).

Pernyataan Bobby menyangkut temuan lebih dari 80 organisasi pemeriksa fakta di berbagai negara menyebut YouTube adalah “salah satu saluran utama disinformasi dan misinformasi online di seluruh dunia.”

YouTube memang telah mengambil beberapa tindakan untuk memerangi misinformasi. Misalnya, saat pengguna menelusuri "Covid-19" di YouTube, laman akan menautkan ke informasi dari situsweb resmi pemerintah, dan menampilkan video dari sumber berita resmi di urutan teratas.

Namun, kelompok pemeriksa fakta mengatakan bahwa mereka ingin YouTube membuat sistem yang lebih jelas dan konsisten untuk bekerja dengan organisasi pemeriksa fakta. "Fokus YouTube harus pada menyediakan konteks dan menawarkan sanggahan, yang secara jelas ditumpangkan pada video atau sebagai konten video tambahan," kata mereka. (Baca: Organisasi Pemeriksa Fakta Sebut YouTube Saluran Utama Informasi Salah).

YouTube adalah platform media sosial yang sangat populer di Indonesia. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2021 menyebutkan bahwa 61 persen pengguna internet Indonesia sering menonton YouTube atau nomor dua di bawah Facebook yang diakses 65 persen pengguna.

Daya paksa

Dengan adanya regulasi, menurut Bobby, pemerintah bisa mewajibkan penyedia layanan untuk memerangi penyebaran hoaks dan disinformasi di platformnya. Mereka juga bisa “dipaksa” untuk bekerja sama dengan komunitas pemeriksa fakta lokal, regional, maupun global.

“Kalau belum ada regulasi yang mengatur, mereka belum merasa memiliki kewajiban untuk mengatur konten di platform mereka, sekalipun mereka melanggar kita tidak bisa melakukan apa-apa,” ujar Bobby.

Ia beharap ke depan Komisi Penyiaran Indonesia dan Kementerian Kominfo dapat melakukan pengawasan terhadap isi konten di platform OTT. “Regulasi penyiaran dan telekomunikasi yang ada masih belum bisa sepenuhnya mengatur soal OTT,” ujar Bobby.

Menurut dia, regulasi OTT menjadi irisan dari UU Penyiaran dan UU Telekomunikasi “sehingga penting bagi Indonesia untuk segera memilikinya”.

Bobby juga menyadari bahwa seringkali pemerintah dan komunitas pemeriksa fakta mengalami kesulitan untuk meminta platform OTT menghapus konten-konten yang melanggar.[]

Redaktur: Andi Nugroho