Kemenkominfo Susun Standar Kompetensi Data Protection Officer

Ilustrasi | Foto: pexels

Cyberthreat.id – Untuk mendukung perlindungan data pribadi di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah menyusun standar kompetensi pejabat/petugas perlindungan data pribadi (PDP) atau data protection officer (DPO).

“Karena pembahasan RUU PDP saat ini masih belum rampung, sembari menunggu, kami sedang siapkan standar kompetensi untuk pejabat perlindungan data pribadi,” ujar Koordinator Tata Kelola Perlindungan Data Pribadi Ditjen Aptika Kementerian Kominfo, Hendri Sasmita Yuda di Jakarta.

Hendri menyampaikan hal itu dalam diskusi online bertajuk "Bukan Rahasia: Pentingnya Melindungi Data Pribadi Untuk Transaksi Digital", Rabu (1 Desember 2021)

Menurut dia, standar kompetensi tersebut guna mendukung terbentuknya ekosistem PDP yang komprehensif. Pihaknya juga segera mengadakan pelatihan dan sertifikasi untuk para pejabat PDP. “Kami akan mulai brainstorming ini pada 2022,” kata dia.

Dalam kesempatan tersebut, Hendri menyambut baik peluncuran kode etik PDP oleh Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) sebagai komitmen mendukung agenda transformasi digital yang digagas oleh pemerintah. (Baca: AFTECH Bikin Kode Etik PDP, Fintech Wajib Lindungi Data Pribadi Pengguna)

Denda administratif

Menurut Hendri, saat ini kementeriannya bersama Kementerian Keuangan juga sedang menyusun kebijakan denda administratif bagi PSE yang melanggar Peraturan Pemerintah P Nomor 71 Tahun 2019. PP mewajibkan PSE melindungi data pribadi pengguna layanannya; jika terjadi kebocoran atau pelanggaran data, PSE akan didenda administratif yang besarannya sedang didiskusikan.


Baca:


“Untuk menegakkan aturan tersebut, kami akan mengenakan denda bagi PSE yang gagal melindungi data pribadi pengguna,” ujar Hendri.

Sementara, Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L Tobing, mengatakan hadirnya kode etik PDP sejalan dengan regulasi yang sudah dikeluarkan oleh OJK.

Kode etik tersebut memberi batasan terhadap akses data digital sesuai dengan tujuan dan keperluan verifikasi, yaitu hanya kamera, mikrofon, dan lokasi.

Di sisi lain, Tongam mendorong agar setiap penyelenggara fintech memiliki DPO untuk memudahkan masyarakat jika ingin melakukan komplain terkait penyalahgunaan data pribadinya.

Tak kalah penting, menurut dia, perlu disiapkan sebuah mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien untuk melindungi pengguna layanan fintech.[]

Redaktur: Andi Nugroho