Twitter Jalin Kerja Sama dengan AP dan Reuters untuk Perangi Disinformasi

Ilustrasi: Twitter

Cyberthreat.id - Twitter mengumumkan bekerja sama dengan kantor berita Associated Press dan Reuters untuk lebih proaktif memerangi informasi yang salah di platformnya.

Dikatakan, tim internal Twitter selama ini sudah bekerja untuk menjelaskan dan menambahkan konteks ke konten yang diunggah pengguna di Twitter. Namun, kerja sama dengan kedua kantor berita itu diharapkan dapat membantu memberikan informasi yang lebih otoritatif, terutama ketika faktanya masih diperdebatkan.

Secara khusus, Twitter mengatakan ingin lebih proaktif dalam memberikan informasi yang akurat tentang topik yang berkembang, sebelum informasi yang salah muncul.

“Daripada menunggu sampai sesuatu menjadi viral, Twitter akan mengontekstualisasikan wacana yang berkembang sesuai dengan atau untuk mengantisipasi percakapan publik,” kata platform tersebut seperti dilansir The Verge, Selasa (3 Agustus 2021).

Reuters dan Associated Press juga akan memberikan umpan balik tentang pengecekan fakta yang diberikan melalui program Birdwatch yang bersumber dari Twitter, yang saat ini sedang dalam tahap percontohan.

Kolaborasi ini merupakan perluasan dari upaya Twitter untuk menghentikan penyebaran informasi yang salah di platformnya. Tim Kurasi perusahaan telah menambahkan konten penjelasan ke topik yang sedang tren dan tweet menyesatkan tertentu, dan akan memunculkan informasi otoritatif saat pengguna mencari istilah tertentu, atau selama acara besar seperti pemilihan umum atau keadaan darurat kesehatan masyarakat.

Namun Twitter mengatakan kemitraan baru akan membantu "ketika tim Kurasi Twitter tidak memiliki keahlian khusus atau akses ke volume pelaporan terkemuka yang cukup tinggi di Twitter."

Ini adalah pertama kalinya Twitter secara resmi berkolaborasi dengan kantor berita untuk memberikan informasi yang akurat di situsnya, kata perusahaan itu kepada Reuters.

Associated Press dan Reuters sudah bekerja dengan Facebook untuk memeriksa fakta konten di platformnya.

Twitter mengatakan kolaborasinya dengan dua kantor berita akan terpisah dari pekerjaan yang dilakukan oleh tim internalnya. Selain itu, tambah Twitter, Associated Press maupun Reuters tidak akan menjadi hakim untuk memutuskan apakah tweet melanggar aturan Twitter.

Kerja sama ini menyusul pengetatan pengawasan dari regulator terkait banyaknya informasi yang salah yang disebar pengguna di platfom media sosial. Saat pandemi Covid-19 merebak, informasi yang salah tentang virus dan vaksin menyebar tak terbendung secara online. Dampaknya, orang-orang meragukan virus dan vaksin. Sementara di sisi lain, pemerintah di seluruh dunia sedang berupaya membuat warganya bersedia divaksin.

Bulan lalu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden bahkan menuding media sosial semacam Facebook "membuat orang-orang terbunuh" karena tidak berbuat banyak untuk mengatasi disinformasi vaksin di platform nya. Facebook kemudian membantahnya.  (Lihat: Kesal Banyak Hoaks Vaksin, Joe Biden: Medsos Membunuh Orang!)

Ahli bedah umum AS Vivek Murthy juga telah meminta platform untuk berbuat lebih banyak untuk memerangi kesalahan informasi virus corona, termasuk mendesain ulang algoritma mereka.[]