Facebook, Twitter dan Google Ancam Angkat Kaki dari Hong Kong

Ilustrasi via Bloomberg

Cyberthreat.id - Koalisi Internet Asia termasuk Google, Facebook, dan Twitter telah memperingatkan bahwa perusahaan teknologi dapat berhenti menawarkan layanan mereka di Hong Kong jika daerah otonomi China itu melanjutkan rencana untuk mengubah undang-undang privasi.

Dilansir Reuters, Senin (5 Juli 2021), peringatan itu datang dalam surat yang dikirim oleh Koalisi Internet Asia, di mana ketiga perusahaan tersebut, selain Apple Inc, LinkedIn, dan lainnya, adalah anggotanya.

Usulan amandemen undang-undang privasi di Hong Kong dapat membuat individu terkena "sanksi berat", kata Koalisi dalam surat tertanggal 25 Juni kepada komisi privasi wilayah untuk data pribadi, Ada Chung Lai-ling, tanpa menyebut sanksi apa yang akan dijatuhkan.

"Memperkenalkan sanksi yang ditujukan kepada individu tidak selaras dengan norma dan tren global," tambah surat itu, yang isinya pertama kali dilaporkan oleh Wall Street Journal.

"Satu-satunya cara untuk menghindari sanksi bagi perusahaan teknologi ini adalah menahan diri dari berinvestasi dan menawarkan layanan mereka di Hong Kong, sehingga merampas bisnis dan konsumen Hong Kong, selain juga menciptakan hambatan baru untuk perdagangan."

Dalam surat enam halaman itu, Direktur Pelaksana Komisi Internet Asia Jeff Paine mengakui bahwa amandemen yang diusulkan berfokus pada keamanan dan privasi data pribadi individu. "Namun, kami ingin menekankan bahwa doxxing adalah masalah yang serius," tulisnya.

Selama protes anti-pemerintah di Hong Kong pada tahun 2019, doxxing - atau secara terbuka merilis informasi pribadi atau identitas tentang seseorang atau organisasi - mendapat sorotan ketika polisi menjadi sasaran setelah rincian data pribadi mereka dirilis secara online.

Rincian alamat rumah beberapa petugas dan sekolah anak-anak juga diungkap oleh pengunjuk rasa anti-pemerintah, beberapa di antaranya mengancam mereka dan keluarga mereka secara online.

"Kami percaya bahwa undang-undang anti-doxxing, yang dapat memiliki efek membatasi kebebasan berekspresi, harus dibangun di atas prinsip-prinsip kebutuhan dan proporsionalitas," kata AIC.

Facebook tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Twitter dan Google menolak berkomentar.

Hong Kong adalah bekas koloni Inggris yang dikembalikan ke pemerintahan China pada tahun 1997 dengan jaminan kebebasan yang berkelanjutan. Aktivis pro-demokrasi mengatakan kebebasan itu sedang dipangkas oleh Beijing, terutama dengan undang-undang keamanan nasional yang diperkenalkan tahun lalu untuk menindak perbedaan pendapat. China membantah tuduhan itu.[]