Prancis Jerat Facebook Soal Hate Speech, Indonesia Kapan?

Prancis Jerat Facebook dan Google Soal Ujaran Kebencian, Bagaimana Indonesia

Parlemen Prancis baru saja membuat aturan baru untuk menghempang penyebaran ujaran kebencian di internet. Aturan baru ini dapat memaksa perusahaan seperti Facebook dan Google untuk menghapus konten berisi ujaran kebencian dalam waktu 24 jam sejak pertama kali diunggah.

Dikutip dari laman GSM Arena,  7 Juli 2019, aturan baru ini merupakan perluasan dari regulasi internet yang sudah ada. Aturan ini sudah disetujui oleh majelis rendah Parlemen, tinggal menunggu persetujuan dari majelis tinggi.

Gagasan dasarnya adalah memaksa perusahaan penyedia platform sosial media menghapus konten yang menghasut kebencian atau mendorong terjadinya tindak kekerasan, diskriminasi, dan konten pornografi.

Jika perusahaan semacam Facebook atau penyedia platform lainnya tidak menghapus konten tersebut, mereka diharuskan membayar denda sebesar 1,25 juta Euro atau setara Rp19,8 miliar.

Langkah ini merupakan hasil dari proposisi yang dibuat oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron awal tahun ini.

Undang-undang serupa sudah disahkan di Jerman dan berlaku sejak awal tahun ini. Di sana, perusahaan penyedia platform menghadapi ancaman denda hingga 50 juta Euro.

The New York Times melaporkan awal pekan ini pihak berwenang di Jerman berhasil mendenda Facebook sebesar 2 juta Euro lantaran Mark Zuckerberg dan kawan-kawan gagal mengungkap jumlah postingan terkait ujaran kebencian yang dilaporkan selama 6 bulan terakhir.

Bagaimana Indonesia?

Bagaimana dengan Indonesia? Sejauh ini belum ada aturan jelas yang dapat menjerat perusahaan penyedia platform di internet terkait ujaran kebencian. Sejauh ini, kesalahan hanya dibebankan kepada perseorangan yang mengunggah konten tersebut. Umumnya dikenakan pasal UU ITE.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara beberapa kali mengancam memblokir Facebook jika tidak mampu mengatasi penyerluasan konten ujaran kebencian di platform mereka. Namun, ancaman itu belum pernah dijalankan meskipun konten ujaran kebencian terus diproduksi.

Kasus terbaru adalah postingan di Facebook yang menyebarkan gambar “Jokowi mumi”. Postingan itu dinilai menghina Presiden Jokowi. Polisi telah memeriksa seorang wanita bernama Ida Fitri, seorang pengusaha butik di Malang, Jawa Timur.  

Kasatreskrim Polresta Blitar AKP Heri Sugiono mengatakan, berdasarkan keterangan tiga saksi ahli, postingan itu diduga kuat melanggar UU ITE.  Namun , sejauh ini Ida Fitri belum ditetapkan sebagai tersangka.

“Ya sabar dulu. Ini masih proses. Sabar sik ya,” kata AKP Heri Sugiono kepada wartawan.

Ida Fitri adalah pemilik akun Aida Konveksi. Lewat akun tersebut, Ida menguggah gambar mumi yang wajahnya mirip Presiden Joko Widodo. Postingan itu diberi tulisan 'The New Firaun'. Tak hanya gambar itu, Ida Fitri juga memposting gambar baju kebesaran MK namun berkepala anjing.

Akun Aida Konveksi, diketahui memposting itu di media sosialnya, Senin (1/7/2019) pukul 18.00 wib. Postingan itu kemudian dilaporkan oleh admin IG @info_seputaran_blitar yang ditujukan kepada Humas Polresta Blitar, Kapolresta Blitar dan Polsek Sanankulon.

Ida Fitri sudah diperiksa dua kali oleh Polresta Blitar. Pada pemeriksaan  kedua, pemilik Butik Malang ini mengaku tidak bermaksud menghina. Perempuan berusia 44 tahun itu pun meminta maaf sedalam-dalamnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas postingan tersebut.[]