Imbas Pemblokiran Twitter, Nigeria Desak Perusahaan Medsos Berlisensi Lokal

Twitter | Foto: Unsplash

Cyberthreat.id – Imbas pemblokiran media sosial Twitter, Pemerintah Nigeria mendesak agar seluruh perusahaan media sosial yang akan beroperasi di negara tersebut harus mendaftarkan diri sebagai perusahaan lokal dan berlisensi.

“Kami mendesak, agar Anda dapat beroperasi di Nigeria, Anda harus terlebih dulu menjadi perusahaan Nigeria dan mendapatkan lisensi dari Komisi Penyiaran,” kata Menteri Informasi Nigeria Lai Mohammed, pada Rabu (9 Juni 2021) dikutip dari Reuters.

Mohammed tidak memberikan informasi kapan tenggat waktu untuk pendaftaran dan perizinan, tapi sejumlah perusahaan telah diberitahu tentang kebijakan baru itu.

Twitter dikecam di negara tersebut karena, menurut dia, secara konsisten membuat platformnya tersedia bagi golongan yang mengancam perusahaan Nigeria. Yang dimaksud ialah kelompok separatis dan demonstran anti polisi.

Sementara itu, Facebook dan anak perusahaan lainnya untuk saat ini tidak ditangguhkan.

Pemblokiran Twitter oleh perusahaan telekomnikasi setempat terjadi dua hari setelah cuitan Presiden Muhammadu Buhari berisi ancaman penindakan hukum kepada para separatis dihapus oleh platform AS tersebut pekan lalu. Sejauh ini belum ada informasi yang jelas berapa lama pemblokiran akan berlangsung.

Sementara itu, pada Kamis (10 Juni), Amerika Serikat mengecam langkah Nigeria memblokir Twitter, termasuk melarang sejumlah individu dan lembaga penyiaran menggunakan media sosial.

“Membatasi secara berlebihan terhadap orang-orang Nigeria untuk melaporkan, mengumpulkan, dan menyebarkan opini serta informasi tak ada tempat di alam demokrasi,” ujar Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, dikutip dari Reuters.

Menurut dia, kebebesan berekspresi dan akses informasi baik online maupun offline adalah dasar bagi masyarakat demokratis yang sejahtera dan aman.

Price menyesalkan tindakan Komisi Penyiaran Nasional Nigeria yang melarang televisi dan radio untuk menggunakan Twitter.

Twitter Inc mengatakan akan bekerja untuk memulihkan akses ke platformnya. Mereka bersama dengan kelompok hak asasi manusia seperti Amnesty International, juga menyesalkan pemblokiran tersebut.[]