Nigeria Larang Televisi dan Radio Kumpulkan Informasi dari Twitter

Twitter | Foto: Unsplash

Cyberthreat.id – Otoritas penyiaran Nigeria melarang stasiun televisi dan radio di negara tersebut menggunakan Twitter untuk pengumpulan informasi. Mereka juga diminta harus menonaktifkan akun Twitter-nya.

Hal itu dilakukan pemerintah Nigeria menyusul pemblokiran jejaring media sosial AS di negara terpada di Afrika itu sejak akhir pekan lalu.

Sebelumnya, Twitter menghapus cuitan Presiden Muhammadu Buhari. Isi cuitan itu tentang ancaman pemerintah akan menghukum para separatis di negara tersebut. Lantaran itulah, perusahaan telekomunikasi Nigeria memutus akses ke Twitter.

Buhari, petinggi militer Nigeria pada 1980-an, sebelumnya dituding telah mengancam kebebasan berekspresi meski pemerintahnya telah membantah tuduhan tersebut.

Twitter menyebut pemblokiran akses tersebut "sangat memprihatinkan". Perusahaan mengatakan akan bekerja untuk memulihkan akses bagi semua pengguna di Nigeria yang mengandalkan platform untuk berkomunikasi dan terhubung dengan dunia luar.

Komisi Penyiaran Nasional, dalam sebuah pernyataan tertanggal 6 Juni 2021, mengatakan kepada para lembaga penyiaran untuk "segera menghentikan berlangganan Twitter".

"Stasiun penyiaran dengan ini disarankan untuk menghapus Twitter dan berhenti menggunakan Twitter sebagai sumber pengumpulan informasi," katanya dalam pernyataan itu, dikutip dari Reuters, diakses Selasa (8 Juni 2021).

Menteri Luar Negeri Nigeria Geoffrey Onyeama pada Senin (7 Juni) mengadakan pertemuan tertutup di ibukota, Abuja, dengan diplomat dari Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Uni Eropa dan Irlandia untuk membahas larangan tersebut.

Mereka memberikan pernyataan misi diplomatik yang disampaikan pada Sabtu lalu; intinya mereka mengkritik langkah pemblokiran Twitter

"Langkah-langkah tersebut menghambat akses ke informasi dan perdagangan tepat pada saat Nigeria perlu mendorong dialog inklusif.... serta berbagi informasi penting di masa pandemi Covid-19 ini," kata mereka dalam pernyataan bersama.

Menteri Informasi dan Budaya Nigeria Lai Mohammed sebelumnya pada Jumat lalu mengatakan, bahwa larangan itu akan "tidak terbatas", tetapi dalam sebuah pernyataan pada Minggu malam, ia menyebut lagi bahwa kebijakan tersebut sebagai "penangguhan sementara".[]