Rusia Terapkan E-Voting untuk Pemilihan Parlemen Regional

Ilustrasi | Foto : Scientificamerican.com

Moscow, Cyberthreat.id - Pemerintahan Rusia akan menerapkan pemilihan parlemen regional melalui sistem e-voting.

Sitem ini akan diterapkan dalam pemilihan parlemen regional di Moscow Duma city, di ibu kota Moscow, Rusia, pada 8 Septemebr 2019 mendatang. Eksperimen e-voting ini akan dilakukan di tiga distrik di Moscow.

Moscow City Duma adalah parlemen regional Rusia di Moscow, kota Duma unikameral dari ibukota Rusia, Moscow. Karena Moscow adalah salah satu dari tiga kota federal, undang-undang duma kota hanya dapat diterapkan oleh Walikota dan pemerintah federal.

Alexey Shaposhnikov, Ketua Parlemen Moskow mengatakan, percobaan untuk melakukan pemungutan suara elektronik dalam pemilihan wakil Duma Kota Moskow akan berlangsung, meskipun ada deteksi kelemahan dalam sistemnya selama pengujian.

"Saya seorang pendukung pengembangan e-demokrasi. e-voting adalah salah satu elemen dari perkembangannya,” kata Shaposhnikov, seperti yang dikutip dari E Hacking News, Senin, (8 juli 2019).

Sementara, Alexei Venediktov, Deputy Chairman of the Public Chamber mengungkapkan,  sistem pemungutan suara elektronik mulai 11 Juli akan tersedia dalam mode uji coba untuk semua orang.

Artem Kostyrko, Wakil Kepala Departemen Teknologi Informasi Moskow, menambahkan,  bahwa jaminan keamanan sistem pemungutan suara elektronik adalah kenyataan bahwa itu akan diadakan di situs web kantor Mos.ru di Kantor Walikota Moskow.

Pembicara Moscow Duma City mencatat, bahwa ia tidak mengetahui adanya kasus peretasan ke situs mos.ru. Spesialis, yang bertanggung jawab atas berfungsinya sistem keamanan, menjamin operasi yang benar selama penghitungan suara.

“Orang-orang yang ingin berpartisipasi dalam pemungutan suara elektronik harus melewati verifikasi terlebih dahulu di situs resmi Walikota Moskow,” ungkap pembicara Moscow Duma City.

Pembicara tersebut menambahkan bahwa menurut prakiraan awal, hingga 6 persen pemilih di Moskow akan berpartisipasi dalam percobaan melakukan pemilihan elektronik.

Perlu dicatat, bahwa pihak berwenang Moskow berencana untuk mengatur siaran online pemungutan suara elektronik, di mana akan dimungkinkan untuk mengetahui jumlah pemilih.

Namun, Para ahli menyangsikan, bahwa masih belum jelas bagaimana otentikasi pemilih, kerahasiaan suara dan kebebasan dari dipaksa untuk memilih akan dipastikan.

Selain itu, dari sisi teknis dari proses e-voting disediakan oleh Kantor Walikota Moskow, yang merupakan struktur dari cabang Eksekutif Pemerintah, Kepala yang mewakili salah satu partai politik.

Menurut para ahli, ini merupakan pelanggaran terhadap prinsip independensi penyelenggara pemilu dan prinsip pemisahan kekuasaan.

Indonesia Bagaimana?

Di Indonesia, sudah ada wacana terkait pemilihan dengan menggunakan e-voting. Namun, menurut Pakar Teknologi Informasi (TI) Onno Widodo Purbo, sebelum merealisasikan wacana e-Voting, hal yang mesti terlebih dahulu dilakukan adalah menyiapkan teknologinya.

“Ini bukan masaalah aturan. Tetapi kita harus kembangkan teknologinya dulu. Kalau bikin aturan, lalu gak punya teknologi, kan gak mungkin,” kata Onno belum lama ini.

Menurut Onno, terdapat tiga isu utama yang terkait dengan wacana e-Voting. Yaitu otentikasi, otority, dan accounting. “Isunya ada tiga. Satu otentikasi. Ini yang nyoblos orang benar atau bukan? Kedua. Otority. Dia punya hak nyoblos atau tidak? Ketiga, accounting. Tetapi biasanya isu yang paling parah adalah otentikasi dan otority,” ungkap Onno.

Onno menuturkan, supaya harus dipikirkan secara bersama-sama terkait solusinya. Supaya, orang yang mendapat hak pencoblosan, adalah orang-orang yang benar-benar memiliki hak tersebut.

“Kita harus cari solusi, supaya orang yang nyoblos harus benar-benar orang tersebut. Jadi harus pakai identitas kan. Identitas apa yang harus kita pakai buat digital? Kalau ke TPS, kan kita pakai KTP, nanti ada panitia KPPS yang mengecek. Disuruh bawa KTP dan surat undangan. Terus dia lihat, oh ok anda bisa nyoblos. Anda benar orang ini. Terus ada KTP kan, supaya punya otoritas buat nyoblos. Nah, gantinya apa kalau di dunia digital?” tambah Onno.

Ono pun menyarankan supaya, kalau misalnya ingin menerapkan e-Voting, sebaiknya dilakukan percobaan atau tes terlebih dahulu di level atau skala yang lebih kecil. Misalnya, pemilihan Kepala Desa (Kades).

“Setelah teknologinya dikembangkan, kita tes dulu, jangan dicoba di seluruh Indonesia dulu. Misalnya, pemilihan kades lah, atau apa lah yang levelnya kecil. Kita lihat masaalahnya apa, kalau bisa di solve, yah udah, kita pakai,” tegas Onno.