Ekonom: Waspadai Jika E-Commerce dan Fintech Bergabung
Jakarta, Cyberthreat.id - Ekonom Universitas Indonesia Haryadin Mahardika mengatakan pemerintah wajib mengontrol persaingan ekonomi digital yang berjalan di Indonesia guna menghindari terbentuknya oligopoli dalam industri tersebut.
"Meskipun sekarang persaingan masih bagus, e-commerce masih banyak, tekfin juga banyak bermunculan, tapi sebagaimana sebuah industri pada akhirnya akan terjadi sebuah konsolidasi. Yang paling kuat yang menang," kata Haryadin seperti dikutip dari Antaranews.com, Jumat (5 Juli 2019).
Konsolidasi industri ekonomi digital, menurut dia, bisa dihindari lewat pengawasan ketat pemerintah untuk menjaga persaingan antar e-commerce yang berkolaborasi dengan tekfin dalam urusan pembayaran.
"Jika konsolidasi tidak terelakan, bergabungnya e-commerce dan tekfin, justru menjadi buruk bagi konsumen karena ia kehilangan haknya karena konsumen tidak akan mendapatkan banyak pilihan," kata Haryadin.
Ia mencontohkan salah satu praktik oligopoli yang saat ini terjadi dalam ekonomi digital akibat kurangnya pengawasan Pemerintah menciptakan persaingan sehat adalah bisnis ojek daring.
"Dulu ada banyak pemain ojek online, sekarang cuma tinggal sisa dua, ya harganya tergantung dari kedua pemain tersebut," kata peneliti ekonomi itu.
Hingga saat ini, sudah ada dua unicorn yang telah berkolaborasi dengan tekfin pembayaran seperti Bukalapak dengan tekfin DANA dan Tokopedia dengan tekfin OVO.
Tidak hanya itu tekfin Go-Pay besutan perusahaan rintisan Go-Jek yang merupakan decacorn juga telah berkolaborasi dengan perusahaan dagang online JD.ID mengikuti langkah Bukalapak dan Tokopedia dalam urusan pembayaran.
Jangan Takut Sama Startup
Di sisi lain, Haryadin Mahardika mengharapkan Pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo memiliki tim khusus untuk menangani masalah ekonomi digital yang merupakan salah satu program unggulan.
"Pemerintahan kita memiliki fungsi yang bagus, namun untuk koordinasi antar lembaga kurang. Entah tim khusus atau duta khusus nanti bertugas mengkoordinasi usaha mempercepat aturan- aturan mengenai ekonomi digital baik keputusan pemerintah dan presiden," kata dia.
Peneliti ekonomi itu juga mengharapkan aturan yang sudah berlaku tidak ditarik kembali jika sudah ditetapkan oleh pemerintah. Ia mencontohkan seperti aturan pengenaan pajak terhadap e-commerce yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan yang hanya berlaku selama tiga bulan.
"Kalau seperti ini kan, kesannya pemerintah takut sama perusahaan rintisan (startup_. Akhirnya malah tidak ada aturan yang mengatur soal ini," ujar Haryadin.
Terkait penetapan aturan terhadap berjalannya industri ekonomi digital, Haryadin mencontohkan Uni Eropa dalam pengaturan perusahaan raksasa- raksasa digital itu.
Menurut dia, Uni Eropa memberikan cukai hampir sebesar enam persen terhadap transaksi yang berasal dari luar wilayah Uni Eropa. Pajak tersebut berguna untuk menciptakan keamanan bagi para pengusaha lokal yang berjualan di e-commerce dan menciptakan kestabilan harga.
Sebelumnya, ekonomi digital merupakan salah satu fokus materi yang dibahas Indonesia pada KTT G20 yang baru berlangsung di Osaka, Jepang. Pembangunan berbagai unicorn baru dalam industri ekonomi digital Indonesia turut menjadi bahasan penting pada ajang pertemuan 20 negara yang membahas ekonomi global itu.