Gedung Putih: Media Sosial Seharusnya Tidak Menyebarkan Konten yang Tak Dapat Dipercaya

Ilustrasi

Cyberthreat.id - Presiden Amerika Serikat Joe Biden percaya platform media sosial memiliki tanggung jawab untuk "berhenti menyebarkan konten yang tidak dapat dipercaya," kata Gedung Putih pada hari Rabu, (5 Mei 2021) seperti dilaporkan Reuters.

"Presiden berpandangan bahwa platform utama memiliki tanggung jawab terkait kesehatan dan keselamatan semua orang Amerika untuk berhenti menyebarkan konten yang tidak dapat dipercaya, disinformasi dan informasi yang salah, terutama terkait COVID-19, vaksinasi dan pemilu," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki kepada wartawan.   

Laporan Republicworld.com menyebutkan, pernyataan itu disampaikan Psaki itu menjawab pertanyaan wartawan tentang keputusan Dewan Pengawas Facebook yang mendukung pemblokiran akun mantan Presiden Donald Trump, namun meminta Facebook memberi batasan waktu atau menghapus akunnya secara permanen. (Lihat: Dewan Pengawas Dukung Pemblokiran Trump di Facebook, tapi...)

Seperti diketahui, Facebook memblokir akses Trump ke akun Facebook dan Instagramnya tanpa batas waktu setelah para pendukung Trump menyerbu Gedung Capitol pada 6 Januari lalu. Pemblokiran itu dipicu kekhawatiran unggahan Trump dapat membuat kerusuhan berlanjut.

Australia melangkah lebih maju dari Amerika Serikat dalam hal mencegah penyebaran disinformasi dan pencemaran nama baik secara online.  

Salah satu yang sedang dikaji adalah meminta pertanggungjawaban perusahaan media sosial seperti Facebook, Google dan Twitter atas setiap konten yang diunggah pengguna di platformnya. Perusahaan dapat dianggap memfasilitasi penyebaran konten pencemaran nama baik secara online. (Baca juga: Australia Pertimbangkan Hukuman Bagi Perusahaan Medsos karena Konten Pencemaran Nama Baik).

Ide dasarnya adalah platform digital harus diperlakukan seperti perusahaan media massa yang dapat menghadapi tuntutan hukum jika memuat berita fitnah atau pencemaran nama baik.

Selama ini, media massa harus memverifikasi kebenaran sebuah isu sebelum diterbitkan sebagai berita. Sementara platform media sosial biasanya mengelak bertanggung jawab dengan alasan konten yang bermasalah dibuat oleh penggunanya, bukan oleh pegawai perusahaan. Jika pun konten itu diblokir, dalam sejumlah kasus, baru dilakukan setelah adanya komplain, sementara kerusakan telah terjadi.[]