Indonesia Target Keenam Serangan Siber Dunia

Ilustrasi | Foto : Wimpy.my.id

Jakarta, Cyberthreat.id – Indonesia sedang memasuki tren Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan teknologi otomatisasi dan pertukaran data dalam manufaktur. Ini termasuk sistem cyber-physical, Internet of Things (IoT), komputasi awan, dan komputasi kognitif.

Di tengah euforia ini, ternyata terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi Indonesia. Salah satunya adalah ancaman siber—Indonesia menjadi salah satu target keenam di dunia yang komputer industrinya diinfeksi oleh penjahat siber.

Menurut Kaspersky Lab, perusahaan cybersecurity, melalui laporan Kaspersky Industrial Control System (ICS CERT) yang membahas tentang lansekap ancaman industri di paruh kedua 2018, menunjukkan, bahwa Asia Tenggara ternyata menjadi wilayah kedua dengan infeksi terbanyak yang dicegah oleh Kaspersky.

Indonesia berada di peringkat keenam di dunia dengan persentasi sebesar 43,2 persen dari komputer ICS yang infeksinya telah diblokir selama enam bulan terakhir pada tahun 2018.

“Terdapat banyak hal yang mampu dieksplorasi oleh Indonesia dalam menghadapi Industri 4.0 untuk pembangunan nasional yang lebih baik. Selain itu, satu pilar penting dari perjalanan Indonesia menuju Industri 4.0 lainnya adalah keamanan ICS,” kata Yeo Siang Tiong, General Manager for Southeast Asia at Kaspersky melalui siaran pers, Jumat, (5 Juli 2019).

Menurut Yeo, aktivitas siber berbahaya pada komputer ICS dianggap sebagai ancaman yang sangat berbahaya karena berpotensi menyebabkan kerugian materi dan penghentian produksi dalam pengoperasian fasilitas industri.

Serangan yang berhasil dideteksi Kaspersky, lanjut Yeo, membuktikan bahwa kehadiran internet di infrastruktur perusahaan ternyata menjadi peluang emas bagi pelaku kejahatan siber untuk melakukan aksi mereka.

Namun, fakta bahwa serangan tersebut berhasil karena kurangnya kemampuan keamanan siber di antara karyawan yang seharusnya dapat dicegah dengan pelatihan dan kesadaran tinggi dari mereka.

Pencegahan ini dinilai lebih mudah daripada mencoba menghentikan aksi para pelaku kehajatan siber.

"Inilah yang harus selalu dijadikan bahan pertimbangan, terutama Indonesia, untuk memiliki sumber daya manusia yang tepat dengan kemampuan dan keterampilan keamanan siber yang mumpuni,” ujar Yeo.

Yeo menuturkan, Industri 4.0 adalah pedang bermata dua yang hadir didukung dengan sistem nirkabel hingga proses dan komunikasi yang lebih cepat, sekaligus diiringi konsekuensi seperti serangan siber yang merugikan.

"Mengingat fakta bahwa Indonesia adalah negara ke-6 di dunia yang terkena dampak penargetan ICS pada tahun 2018, kami pikir tidak ada alasan untuk tidak mempertimbangkan keamanan terhadap revolusi baru ini,” tegas Yeo.