Badan Perlindungan Data Meksiko Menentang Registrasi Biometrik Pengguna Seluler

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Cyberthreat.id – Badan perlindungan data Meksiko (INAI) menentang undang-undang baru di negara tersebut yang mewajibkan perusahaan telekomunikasi mengumpulkan data biometrik pengguna.

National Institute of Transparency, Access to Information and Protection of Personal Data (INAI) berencana mengajukan langkah hukum ke Mahkamah Agung karena pengumpulan data biometrik “melanggar hak privasi”, tulis Reuters, diakses Rabu (28 April 2021).

Undang-undang tersebut telah disahkan pada April 2021. Tujuan pemerintah Meksiko membuat regulasi itu untuk mengurangi kejahatan, seperti pemerasan dan penculikan, sehingga para penjahat tak bisa lagi berstatus anonim ketika membeli ponsel baru.

“Penindakan kejahatan adalah masalah yang harus menjadi perhatian kita semua dan negara bertanggung jawab untuk memastikan keselamatan penduduk, tapi ini tidak dapat dan tidak boleh menjadi alasan yang cukup untuk membatasi kebebasan dan hak asasi manusia,” kata Adrian Alcala, komisaris INAI.

Sesuai undang-undang, perusahaan seperti America Movil dan AT&T, diwajibkan untuk mengumpulkan data sidik jari dan pemindaian mata dari pelanggan untuk dimasukkan dalam basis data yang dikelola oleh regulator telekomunikasi Meksiko. Basis data tersebut akan dipakai untuk investigasi kejahatan

Pekan lalu, seorang hakim Meksiko menolak sebagian dari isi UU tersebut agar tidak diberlakukan. Menurut hakim tersebut, sebagian UU akan berisiko bagi pelanggan jika mereka menolak untuk membagikan data pribadi, karena ponselnya tidak akan aktif. Namun, registrasi biometrik tetap diizinkan.

Dukungan parlemen

Maria de los Angeles Huerta, seorang anggota parlemen dari Partai Morena yang berkuasa, mengatakan pendaftaran biometrik diperlukan untuk membantu memerangi penculikan di Meksiko, yang memiliki insiden kejahatan tertinggi di Amerika dan tertinggi ketiga secara global, mengutup data konsultan internasional, Control Risk.

Penjahat diketahui menggunakan hingga 17 telepon prabayar untuk melakukan satu penculikan, sehingga hampir mustahil bagi polisi untuk melacak mereka, kata Huerta, dikutip dari Reuters.

Terlalu sedikit kendali terhadap lebih dari 120 juta pengguna seluler di Meskiko, di mana 83 persen di antaranya menggunakan kartu SIM prabayar yang tersedia di toko-toko kecil.

“Seperti keadaan sekarang, Anda dapat membeli kartu dan meletakkannya di telepon Anda .... melakukan panggilan pemerasan dan kemudian membuang telepon ke tempat sampah," kata Huerta.

Menurut dia, pendaftaran biometrik akan mempersulit penjahat memalsukan data.

"Data biometrik tidak terlalu dapat dipalsukan. Jika Anda adalah penjahat yang menghebohkan, bisa saja Anda dapat meminta ibu Anda untuk membuka (saluran telepon seluler), tetapi setidaknya Anda akan menemukan ibu penjahat itu, bukan?" kata dia.

Hanya sekitar delapan persen negara yang menerapkan registrasi biometrik, terutama untuk pengguna kartu SIM prabayar, menurut  Global System for Mobile Communications (GSMA), organisasi industri telekomunikasi seluler di dunia yang berbasis di London, Inggris.

Banyak negara yang menyimpan data biometrik, seperti China, Arab Saudi, dan Pakistan.

Peru, salah satu negara di Amerika Latin, pernah memperkenalkan pengumpulan sidik jari pada 2016 untuk pendaftaran yang dikelola oleh regulator. Namun, terjadi kendala di daerah pedesaan karena tak banyak warga desa memakai ponsel.[]