105 Akun Medsos Diberi Surat Peringatan Virtual, Polri: Sebagian Warganet Masih Belum Paham
Cyberthreat.id – Polisi virtual Polri hingga akhir pekan lalu telah menemukan 189 konten yang berpotensi melanggar melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, dari jumlah itu terdapat 105 konten yang lolos verifikasi atau memenuhi unsur-unsur pelanggaran dan 32 dalam proses verifikasi.
“Kami tidak langsung melakukan teguran, tetapi memverifikasi dulu tentunya melibatkan beberapa ahli diantaranya ahli bahasa, ahli IT, juga ahli hukum pidana," kata Ramadhan dalam webinar "Hidup 100 Persen di Masa Pandemi: Bebas Hoaks dan Bebas Narkoba", Kamis (1 April 2021).
Sementara, 52 konten sisanya tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran.
Ramadhan, jika konten-konten telah terverifikasi oleh ahli-ahli ini, langkah berikutnya adalah peringatan terhadap pemilik akun. Hingga akhir pekan lalu, 105 akun telah dikirimi surat peringatan.
Polisi virtual memberikan peringatan untuk menurunkan konten berpotensi melanggar UU ITE dalam waktu 1x24 jam. Jika pemilik konten tidak mengindahkan peringatan itu, peringatan kedua akan diberikan dalam waktu yang sama.
Kemudian jika tidak mengikuti instruksi peringatan kedua, pengguna media sosial itu akan dimintai klarifikasi. "Memanggil pemilik akun untuk mengklarifikasinya," tuturnya.
Menurut Ramdhan, selama penindakan polisi virtual, sebagian warganet tidak paham bahwa unggahannya melanggar, bahkan ada pengguna yang ketakutan hingga menghapus akun medsosnya. "Karena ketakutan jadi yang dihapus bukan postingannya saja, tetapi akunnya juga hilang," kata Ramadhan.
Namun, sebagian lainnya mengikuti peringatan yang diberikan. "Jadi, ketika kami beri peringatan, postingan sekadar dikoreksi atau dihapus," ujarnya.
Menurutnya, warganet yang sampai menghapus akunnya itu mungkin tidak tahu bahwa unggahannya mengandung unsur pelanggaran. Ramadhan menyadari bahwa tak semua pemilik akun membuat unggahan yang mengandung unsur pelanggaran.
"Bisa saja yang bersangkutan hanya mengirim kembali atau me-repost apa yang dia terima," ujarnya.
"Ada beberapa akun yang kita temukan seperti itu, artinya tidak semua yang memposting itu sengaja untuk menyebar kebohongan tetapi ada kalanya mereka menyebar karena tidak mengerti apa yang disebarkan itu merupakan berita hoaks atau berita bohong," tuturnya.
Karena itu, menurut Ramadhan, adanya polisi virtual dapat mengedukasi warganet yang tidak paham bahwa unggahannya di medsos berpotensi melanggar UU ITE.[]
Redaktur: Andi Nugroho