Perempuan Wajib Lindungi Data Pribadi untuk Hindari Kekerasan Online

dalam Webinar “Pentingnya Pelindungan Data Pribadi Untuk Menghindari KBGO” yang diselenggarakan ELSAM dan SUMA UI, Jumat (26 Maret 2021).

Cyberthreat.id – Perempuan wajib melindungi data pribadi di ruang siber untuk menghindari Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).

Kepala Sub Divisi Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) SafeNet, Ellen Kusuma, mengatakan perlindungan terhadap privasi di ruang siber khususnya di media sosial, merupakan salah satu kunci utama untuk melindungi diri dari berbagai kekerasan atau kejahatan yang mengintai perempuan di ruang siber.

“Perempuan harus tahu dan paham mengenai keamanan digital, supaya aman mereka harus bisa melindungi data pribadi mereka,” ungkap Ellen dalam Webinar “Pentingnya Pelindungan Data Pribadi Untuk Menghindari KBGO” yang diselenggarakan ELSAM dan SUMA UI, Jumat (26 Maret 2021).

Menurut Ellen, perempuan harus memahami apa yang dimaksud dengan privasi dan memberikan batasan atas informasi yang diserahkan kepada pemroses data, seperti penyedia layanan online dan aplikasi media sosial. Dengan melindungi privasi berarti melindungi data pribadi, terlebih data sensitif.

Data – data pribadi ini, atau biasa disebut dengan PII (Personally Identifiable Information), merupakan informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, melacak, atau merujuk individu tertentu secara spesifik. Sehingga, sangat disarankan untuk tidak mengumbar informasi tersebut karena dapat dimanfaatkan oleh para pelaku KBGO.

“Hal-hal yang sifatnya pribadi dan sensitif sebaiknya tidak diumbar dan dibagikan di media sosial karena akan sangat membahayakan bagi perempuan. Terlebih perempuan sangat rentan di ruang siber,” kata Ellen.

Hal serupa juga diungkapkan oleh peneliti ELSAM, Lintang Setianti. Menurutnya perempuan sangat rentan di ruang siber karena banyak perempuan yang tidak memahami konsep keamanan digital. Sehingga, ke depan perlu dilakukan kampanye dan literasi agar perempuan mampu memahami pentingnya menjaga data pribadinya di ruang siber.

Selain itu, fakta bahwa sejumlah platform digital mengeksploitasi data penggunanya, dan tidak memberikan perlindungan data yang mumpuni,  seringkali membuat korban perempuan mengalami kekerasan. Salah satunya dalam kasus pinjaman online, di mana ketika korban tidak mampu untuk membayar pinjamannya pihak pinjol akan mengumbar data pribadi korban bahkan melakukan pelecehan dengan menggunakan kata – kata yang menghina dan merendahkan.

“Kalau gagal bayar di aplikasi, biasanya debt collector akan menyebarkan data pribadi korban kemudian mereka menggunakan kata kata seperti 'open BO' (jual diri)  untuk bayar utang. Kenapa itu bisa terjadi? Karena mereka punya akses ke data-data korban, misalnya melalui sosial media,” ungkap Lintang.

Sementara itu, dalam berbagai upaya penyelesaian masalah KBGO, di Indonesia sendiri masih banyak sekali tantangannya. Mulai dari masalah regulasi yang belum kuat untuk mendukung korban, teknologi yang digunakan untuk penyelidikan, dan masih belum ada lembaga – lembaga yang menjadi rujukan keamanan siber bagi masyarakat.

“Jumlah lembaga rujukan untuk digital security masih terbatas, belum lagi kepolisian kita juga belum memadai kecuali untuk tingkat Polda ke atas, sementara dari Polda ke bawah, itu belum memahami untuk KBGO ini,” kata Lintang.[]

Editor: Yuswardi A. Suud