Pakai Platform Asing Hambat Proses Transformasi Digital di Indonesia

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo, Ismail. | Foto: Tangkapan layar Cyberthreat.id/Oktarina Paramitha Sandy

Cyberthreat.id – Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo, Ismail, mengatakan, saat ini mayoritas masyarakat Indonesia cenderung menggunakan platform dan aplikasi buatan asing.

Menurut dia, hal tersebut justru menjadi salah satu penghambat proses tranformasi digital. Padahal dengan menggunakan platform digital lokal akan mendorong para pengembang Indonesia menciptakan berbagai inovasi teknologi sehingga mempercepat proses transformasi digital.

“Pak (Presiden) Jokowi mengatakan kita bukan bangsa yang proteksionis, bukan bangsa yang antiasing, tetapi kita harus memprioritaskan pemanfaatan platform dan aplikasi lokal sebagai bentuk dukungan bisnis mereka agar cepat terjadi transformasi digital,” ujar Ismail dalam sedaring berjudul “Akselerasi Transformasi Digital dan Making Indonesia 4.0 di Era Pandemi” yang diadakan oleh Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI), Senin (15 Maret 2021).

Ismail menambahkan, penggunaan platform digital lokal juga dinilai lebih aman karena semua data akan diintegrasikan sesuai dengan regulasi di Indonesia, serta memudahkan pengawasan oleh pemerintah.

Ada empat hal lain yang menjadi tantangan dalam proses tranformasi digital di Indonesia. Pertama, infrastruktur. Menurut Ismail, pembangunan insfrastruktur harus diselesaikan terlebih dulu sehingga dapat menjangkau 100 persen populasi.

Sampai saat ini masih ada 12.000 desa/kelurahan belum terjangkau 4G. Kominfo menargetkan pada tahun 2022 seluruh populasi sudah terjangkau 4G.

Kedua, regulasi. Menurut Ismail, saat ini masih ada regulasi yang belum mengandung semangat transformasi digital sehingga diperlukan percepatan penyusunan peraturan perundang-undangan.

“Bagaimana supaya regulasi yang ada ini tidak tumpang tindih dan memudahkan agar kita bisa gotong royong membangun infrastruktur digital. Kalau ada regulasi yang dianggap menghambat sebaiknya regulasi tersebut diperbaiki,” ujar Ismail.

Ketiga, persoalan data. Dengan meningkatnya jumlah transaksi di internet, meningkat juga jumlah data yang dihasilkan oleh platform ekonomi digital. Data ini bisa dimanfaatkan untuk pengawasan pasar di Indonesia, tapi harus diikuti dengan kepatuhan hukum terhadap perlindungan data pribadi konsumen.

Pemerintah harus dapat memastikan bagaimana data informasi bisa dilindungi. “Karena di sinilah letak transformasi digital dengan memanfaatkan data dan informasi untuk meningkatkan produktivitas masyarakat,” ujar dia.

Keempat, masalah sumber daya manusia. Ismail mengatakan, SDM dengan talenta digital di Indonesia masih sangat kurang dibanding dengan kebutuhan pasar.  Untuk itu, pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan ini melalui program-program pelatihan yang bekerja sama dengan perusahaan teknologi.

“Sejak 2015 indonesia membutuhkan 600.000 talenta digital setiap tahun. Total dibutuhkan 9.000.000 talenta digital hingga tahun 2030.”[]

Redaktur: Andi Nugroho