Ketua Panja RUU PDP Sepakat Indonesia Harus Punya Pedoman Kebijakan Privasi

Abdul Kharis Almasyhari | Foto: DPR

Cyberthreat.id – Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Perlindungan Data Pribadi, Abdul Kharis Almasyhari, mengungkapkan dirinya sepakat Indonesia membutuhkan pedoman kebijakan privasi untuk pelaksana traksaksi elektronik yang beroperasi di Indonesia.

Menurut Abdul, ini harus dilakukan guna melindungi para pengguna layanan platform digital dari eksploitasi data pengguna yang berlebihan.

“Saya sangat menyetujui wacana pembuatan pedoman penulisan kebijakan privasi ini,” kata Abdul kepada Cyberthreat.id, Jumat (5 Maret 2021).

Abdul yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR RI mengatakan, pedoman penulisan ini bisa digunakan oleh seluruh platform digital yang beroperasi di Indonesia. Di mana, setiap platform digital wajib mengikuti pedoman penulisan kebijakan privasi yang sudah disesuaikan dengan UU Perlindungan Konsumen dan RUU Pelindungan Data Pribadi yang saat ini sedang dibahas oleh DPR RI.

Nantinya, kata dia, juga diperlukan semacam lembaga independen yang bertugas mengaudit setiap kebijakan privasi milik platform digital sebelum diterapkan kepada pengguna. Ini dilakukan agar kebijakan setiap platform digital sesuai dengan peraturan yang dibuat pemerintah untuk melindungi konsumen.

“Ya tentu harus ada yang audit ya, ini supaya mereka (platform digital) komplai dengan aturan yang pemerintah buat,” ujarnya.

Abdul menambahkan, untuk mewujudkan pedoman penulisan kebijakan privasi platform digital ini, baru bisa dilaksanakan setelah menyelesaikan pembahasan dan pengesahan RUU PDP , agar pedoman tersebut menjadi lebih kuat karena didasari oleh dua undang-undang.

“Kita lihat nanti dalam perkembangan pembahasan, tetapi menurut saya kita selesaikan undang-undangnya dulu,” ujarnya.

Sebelumnya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Henny Marlyna, mengungkapkan sudah saatnya pemerintah untuk memiliki pedoman  penulisan kebijakan privasi  (privacy policy) pada platform digital guna perlindungan konsumen. Pedoman tersebut bisa dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang kini masih dibahas di DPR.

Selain itu, pemerintah juga perlu membentuk lembaga independen yang bisa mengaudit tentang kebijakan privasi tiap-tiap platform digital yang beroperasi di Indonesia.

“Semacam lembaga sertifikasi keandalan, tapi khusus untuk kebijakan privasi. Tujuannya, ya supaya kebijakan privasi ini memberikan perlindungan terhadap konsumen,” ungkap Henny dalam diskusi virtual bertajuk “Politik Hukum Terhadap Pelindungan Data Pribadi”, Rabu (3 Maret 2021).

Hingga saat ini, Henny mengatakan pemerintah belum mengakomodasi hal-hal terkait privasi konsumen di Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Bahkan, dalam revisi UU Perlindungan Konsumen, hak atas privasi juga belum diakomodasi.

“Maka, UU PDP merupakan jawaban yang tepat terkait perlindungan data pribadi masyarakat,” ujar dia.

Di era eksploitasi data secara besar-besaran oleh platform digital, menurut Henny, ada beberapa masalah terkait kebijakan privasi yang dianggap banyak melanggar ketentuan di UU Perlindungan Konsumen dan UU ITE.

Seperti diketahui, saat ini sejumlah platform digital membuat aturan kebijaka privasinya masing-masing. Tokopedia, bahkan terang-terangan mengatakan dalam kondisi tertentu dapat menjual data pengguna tanpa persetujuan. Sementara Shopee, yang merupakan e-commerce asal Singapura, mengatakan dapat menyimpan data penggunanya di luar negeri.

Ada pun JD.ID yang merupakan perusahaan e-commerce asal China, dalam kebijakan privasinya mengatakan dapat membagikan data pengguna kepada perusahaan afiliiasi di luar Indonesia.[]

Editor: Yuswardi A. Suud

Berita terkait: