Terapkan Sertifikat Tanah Elektronik, Pemerintah Perlu Cadangan Pusat Data
Cyberthreat.id – Menyusul rencana penerapan sertifikat tanah elektronik, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) harus memperkuat pusat datanya.
"Pusat pengelolaan datanya itu harus diamankan sebaik-baiknya agar tidak ada manipulasi data sehingga data menjadi akurat," ujar Ketua Umum Asosiasi Teknologi dan Industri Sekuriti Indonesia (ATISI), Sanny Suharli dalam acara virtual bertajuk "Problem dan Solusi Sertifikat Tanah Digital" yang digelar Indonesia Law & Democracy Society, Kamis (4 Maret 2021).
Menurut Sanny, jika dibandingkan dengan sertifikat tanah konvensional (kertas), keamanan dari sertifikat tanah elektronik jauh lebih aman.
Akan tetapi, tak menutup kemungkinan memang bisa saja peretasan. Oleh karenanya, ia mengusulkan agar pusat data yang menyimpan sertifikat tanah elektronik disediakan lebih dari satu. Jika salah satu pusat data mengalami peretasan, masih memiliki cadangan peladen data.
Terkait ancaman siber, Sanny mengatakan, hal itu bisa berasal dari man saja mulai orang dalam, perangkat lunak dan perangkat kerasnya, pusat datanya, dan lain-lain.
Dalam digitalisasi, kata dia, pasti ada risikonya, terlebih jika terkoneksi dengan internet. Ia pun memperkuat argumennya dengan mengutip pemberitaan media siber Cyberthreat.id mengenai 325 juta serangan siber sepanjang Januari-Oktober 2020. (Baca: Terjadi 325 Juta Serangan Siber di Indonesia Sejak Januari-Oktober 2020).
Meski percobaan serangan siber terjadi setiap hari, Sanny berpendapat kemungkinannya kecil meretas data sistem di Kementerian ATR/BPN. Ia yakin pemerintah telah melakukan pengamanan berlapis terhadap data-data tersebut.
"Tidak mungkin pemerintah meluncurkan sesuatu yang nantinya dijebol, mereka [pemerintah] punya ahli hebat. Mungkin diretas, mungkin, tetapi kecil sekali kemungkinannya," ujarnya. Namun, Sanny tetap menghimbau agar Kementerian ATR/BPN membuat sistem yang memiliki protokol keamanan berlapis.[]
Redaktur: Andi Nugroho