Di Balik Pelacakan Lokasi Aplikasi, Riset Ini Ungkap Hal-hal yang Sangat Pribadi Penggunanya

Ilustrasi | Foto: Unsplash

Cyberthreat.id – Saat ini berbagai aplikasi dan layanan melacak pengguna di seluruh web dan di perangkat seluler—hampir-hampir tidak mungkin pengguna lepas dari pelacakan iklan.

Anda harus punya rasa gelisah jika sebuah aplikasi mengakses lokasi ponsel. Lebih-lebih, aplikasi yang sebetulnya tidak memerlukan fungsi lokasi dalam bekerjannya.

Memang ada aplikasi yang mengakses sekali pakai atau saat aplikasi dipakai, tapi ada pula yang berjalan permanen di latar belakang.

Sebuah studi baru-baru ini mengungkapkan bahwa di balik pelacakan lokasi via aplikasi seluler ternyata menyimpang data-data yang begitu besar tentang pribadi penggunanya.

Studi itu dilakukan oleh peneliti gabungan dua universitas ini, Micro Musolesi (Universitas Bologna, Italia) dan Benjamin Baron (Universitay College London, Inggris).

Mereka meriset tersebut dipicu oleh keingintahuan tentang seberapa banyak informasi pribadi yang dikumpulkan melalui pelacakan lokasi. Untuk memulai risetnyanya, mereka mengembangkan aplikasi bernama “TrackAdvisor”.

Riset itu dilakukan pada 60 perangkat seluler responden. Aplikasi tersebut berjalan kurang lebih selama dua pekan di setiap perangkat. Hasilnya, melacak lebih dari 200.000 lokasi, mengidentifikasi sekitar 2.500 tempat dan mengumpulkan 5.000 informasi pribadi.

Apa saja informasi pribadi itu? TrackAdvisor ternyata mengumpulkan data tentang demografi, kesehatan responden, situasi sosial-ekonomi, etnis, dan agama.

Semuanya itu hanya diperoleh cukup dari pelacakan lokasi. Dan, itulah jenis-jenis data yang seringkali dianggap sensitif dan pribadi oleh pengguna ponsel, seperti dikutip dari Boy Genius Report (BGR), situs web berita teknologi, diakses Senin (22 Februari 2021).

Tak hanya itu, aplikasi tersebut juga menyertakan cara bagaimana responden memberikan umpan balik tentang keakuratan data yang dikumpulkan.

“Sebagian besar pengguna tidak menyadari implikasi privasi dari beberapa izin yang diberikan ke aplikasi dan layanan, khususnya terkait informasi pelacakan lokasi,” ujar Musolesi.

“Mengandalkan teknik pembelajaran mesin (machine learning), data-data tersebut menyediakan informasi sensitif seperti tempat tinggal, demografi, minat, kebiasaan pengguna, dan informasi pribadi lain,” ia menambahkan.

Menurut peneliti, riset yang mereka lakukan termasuk studi ekstensif pertama yang menjelaskan jenis informasi yang dapat dipelajari dari pelacakan lokasi. "Penelitian ini juga menunjukkan bagaimana mengumpulkan informasi semacam itu dapat mewakili pelanggaran privasi pengguna," tutur mereka.

Hasil riset itu juga bisa “membuka jalan” bagi kebijakan pelacakan lokasi yang lebih baik di aplikasi untuk melindungi privasi pengguna dengan lebih baik.

Diharapkan ke depan terdapat fitur kontrol privasi yang lebih terperinci yang memungkinkan pengguna memilih jenis informasi lokasi apa yang tidak boleh dibagikan dengan aplikasi.

“Dengan sistem seperti itu, pengguna yang fokus dalam melindungi informasi tentang kesehatan mereka sendiri dapat menerima pemberitahuan setiap kali mereka pergi ke klinik kesehatan atau rumah sakit,” ujar Musolesi.

Tak hany aitu, riset tersebut juga bisa membantu pengembangan sistem yang secara otomatis “dapat memblokir pengumpulan data sensitif dari pihak ketiga berkat pengaturan privasi yang ditentukan sebelumnya,” Musolesi menambahkan.[]