Lobi Epic Games Kandas, Dakota Utara Batalkan RUU yang Ingin Atur Pembayaran di App Store dan Play Store
Cyberthreat.id - Hasil voting senat negara bagian Dakota Utara, Amerika Serikat, pada hari Selasa (16 Februari 2021) adalah kemenangan bagi Apple. Sebagian besar anggota senat (dengan komposisi 36 : 11) memutuskan tidak mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) yang hendak mengharuskan toko aplikasi App Store dan Google Play Store mengizinkan sebuah aplikasi memproses pembayaran dengan metode mereka sendiri untuk menghindari pemotongan biaya oleh Google dan Apple.
Ketika diajukan, RUU ini tidak terlepas dari perseteruan antara Apple dan Epic Game, di mana Epic Game yang terdaftar di App Store milik Apple membuat sistem pembayarannya sendiri. Itu membuat Apple murka lantaran produsen iPhone itu mewajibkan aplikasi yang "cari makan" di toko aplikasinya untuk menggunakan sistem pembayaran dari Apple yang mengenakan pemotongan 30 persen. Walhasil, Apple mengeluarkan game Fortnite milik Epic Game dari App Store.
Apple sendiri membela diri dengan mengatakan bahwa App Store adalah bagian inti dari produknya dan kontrol ketat atas aturannya membuat pengguna iPhone aman dari malware dan penipuan.
Dilansir dari CNBC, RUU bikinan Dakota Utara itu adalah undang-undang tingkat negara bagian AS pertama yang membahas metode pembayaran Apple dan Google. Jika senat negara bagian mengesahkannya, RUU itu masih akan diperdebatkan di DPR North Dakota.
Dalam RUU yang dibatalkan itu, apa poin yang meminta App Store dan Google untuk mengizinkan metode pembayaran alternatif bagi pengembang aplikasi yang berbasis di Dakota Utara.
Apple menentang RUU tersebut. Minggu lalu, Erik Neuenschwander, seorang pejabat Apple yang berfokus pada rekayasa privasi, bersaksi bahwa RUU tersebut "dapat menghancurkan iPhone". Sementara ponsel yang menjalankan perangkat lunak Android Google sudah dapat menggunakan toko aplikasi alternatif.
“Sederhananya, kami bekerja keras untuk mencegah aplikasi buruk masuk App Store. Jika RUU itu disahkan, sama saja dengan meminta kami untuk mengizinkan mereka masuk, ”kata Neuenschwander.
"Untuk pemilik toko, itu seperti pemerintah memaksa Anda untuk mengisi rak Anda dengan produk yang Anda tahu kurang dalam kualitas, keaslian, atau bahkan keamanan," tambahnya.
Salah satu alasan mengapa RUU Dakota Utara ini diawasi dengan ketat adalah karena dapat menginspirasi negara bagian lain, seperti Arizona, yang saat ini memperdebatkan undang-undang yang menargetkan kekuatan komersial Apple.
Dakota Utara sebenarnya adalah tempat yang aneh untuk undang-undang ini. Ini adalah negara bagian kecil, bukan pusat utama pengembangan aplikasi, dan baik Google maupun Apple tidak bermarkas di sana.
"Dakota Utara memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin, kami memiliki kesempatan untuk menjadi contoh bagi yang lain untuk diskusi lebih lanjut," kata senator negara bagian Kyle Davison, yang memperkenalkan RUU itu dan mendukungnya.
“Ini adalah RUU pembangunan ekonomi, karena jika RUU ini melewati lorong, tidak ada cukup ruang hanggar untuk menerbangkan jet pribadi dari California,” ujarnya bertamsil.
Pada hari Selasa, pembahasan undang-undang itu difokuskan pada Apple. Namun, para senator cenderung menghindari penamaan karena aturan kesopanan, alih-alih menyebutnya sebagai "perusahaan teknologi."
“Dakota Utara bukanlah tempat untuk menyelesaikan perselisihan antara perusahaan tentang bagaimana tarif komisi atau sistem pembayaran seharusnya,” kata Jerry Klein, seorang senator negara bagian yang menentang RUU tersebut.
Peran Epic Games
Tahun lalu, Epic Games, perusahaan game yang membuat game populer Fortnite, mengajukan tuntutan hukum antimonopoli terhadap Apple dan Google yang saat ini masih bergulir di pengadilan, dengan fokus pada masalah yang sama, termasuk toko aplikasi alternatif dan meminta agar pembuat perangkat lunak diberi pilihan untuk menggunakan metode pembayaran mereka sendiri.
Epic Games bergabung dengan Koalisi untuk Keadilan Aplikasi atau Coalition for App Fairness (CAF). Koalisi ini beranggotakan sejumlah perusahaan yang melawan kebijakan pembayaran Apple di App Store seperti Spotify, Match Group, dan 50 perusahaan lain.
Juru bicara koalisi mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka telah melobi seputar RUU Dakota Utara.
"Koalisi untuk Keadilan Aplikasi ingin melihat perubahan mendesak pada App Store dan mendukung solusi kebijakan di tingkat negara bagian, federal, dan internasional," kata direktur eksekutif CAF Meghan DiMuzio dalam sebuah pernyataan.
Salah satu pelobi dari Epic Game adalah Tera Randall yang merupakan VP Komunikasi dan Kebijakan di perusahaan itu. Dalam kesaksiannya di depan Senat Dakota Utara pekan lalu, Randall mengatakan bahwa "praktik antikompetitif pada platform seluler saat ini menghambat inovasi dan membuat pengembang seluler tunduk pada batasan yang melumpuhkan. Ini merugikan konsumen dengan mengurangi pilihan dan menaikkan harga."
Pada Oktober 2020 lalu, Sub-komite Kehakiman DPR mengatakan dalam sebuah laporan bahwa “kekuatan monopoli” Apple atas aplikasi di iPhone memberikan keuntungan yang sangat besar. Pada 2019, Mahkamah Agung memutuskan 5-4 terhadap Apple dalam kasus yang membuka kemungkinan tuntutan hukum konsumen terhadap toko aplikasi Apple karena diduga menaikkan harga aplikasi.
Tahun lalu, Apple mengubah kebijakannya dengan mengurangi biaya penjualan di App Store dari 30% menjadi 15% untuk perusahaan yang berpenghasilan kurang dari US$ 1 juta per tahun di toko aplikasi Apple.[]