Militer Myanmar Blokir Internet di Tengah Protes Upaya Kudeta
Cyberthreat.id – Setelah memblokir akses sejumlah media sosial pada Rabu lalu, junta militer Myanmar memadamkan internet pada Sabtu (6 Februari 2021) di tengah aksi protes atas upaya kudeta militer yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
NetBlocks, organisasi non-pemerintah yang fokus pada keamanan siber dan tata kelola internet asal Inggris, mencatat adanya penurunan konektivitas internet nasional sebesar 54 persen dari tingkat normal, dan pengguna juga melaporkan kesulitan untuk mengakses internet.
Pada pukul 14.00 waktu setempat, konektivitas semakin menurun: hanya 16 persen dari tingkat normalnya, tulis NetBlocks di situs webnya.
Amnesty Internasional,organisasi pembela HAM, menyebut kebijakan pemerintah memblokir internet sebagai perbuatan “keji dan sembrono” serta melanggar hak asasi manusia.
Pembatasan terhadap internet, kata Amnesty, menimbulkan bahaya nyata bagi masyarakat yang berisiko, terutama akses ke informasi terkait dengan Covid-19.
"Di bawah Prinsip-prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia, perusahaan bisnis memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia terlepas dari tindakan atau kewajiban negara, dan di atas kepatuhan terhadap hukum nasional.” kata Amnesty di situs webnya, dikutip Minggu (7 Februari 2021).
Hari sebelumnya, Jumat, junta militer juga mem memblokir Twitter dan Instagram. Permintaan pemblokiran ke penyedia jaringan internet (ISP) ini karena kedua medsos tersebut, menurut militer, digunakan masyarakat di Myanmar untuk menyebarkan berita palsu.
Operator seluler terbesar di Myanmar, Telenor Myanmar mengonfirmasi adanya permintaan dari pemerintah untuk melakukan pemblokiran terhadap Twitter dan Instagram pada Jumat.
Twitter mengatakan pihaknya sangat prihatin dan menganjurkan pemerintah membuka akses kembali ke platformnya.
“Ini merusak percakapan publik dan hak orang untuk membuat suara mereka didengar,” kata juru bicara Twitter, dikutip dari APNews, Minggu (7 Februari 2021).
Sebelumnya Facebook juga telah diblokir melalui surat Kementerian Komunikasi dan Informasi kepada penyedia jasa internet (ISP) hingga 7 Februari dengan alasan yang sama. (Baca: Menyusul Protes Publik, Myanmar Blokir Facebook, Instagram, dan WhatsApp)
Myanmar memiliki riwayat pemadaman internet yang buruk. Pemerintah pernah membatasi akses internet selama hampir setahun yakni antara 21 Juni 2019 hingga 2020. Meski dalam setahun itu pemerintah sempat beberapa kali mencoba membuka akses, tetapi kemudian menutupnya kembali.(Baca: Myanmar dan Jejak Buruk Pemadaman Internet)
Pada Jumat, hampir 300 anggota parlemen terpilih dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (MLD)—yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi—dalam rapat online menyatakan diri sebagai satu-satunya perwakilan rakyat yang sah dan meminta pengakuan internasional sebagai pemerintah negara.
Mereka seharusnya telah duduk di kursi parlemen pada Senin lalu sesuai hasil Pemilu November2020. Namun, militer tiba-tiba mengumumkan akan mengambil alih kekuasaan selama setahun.
Militer menuduh Suu Kyi dan partainya gagal menindaklanjuti keluhan-keluhan pemilu tahun lalu yang dianggap penuh kecurangan meski Komisi Pemilu Myanmar mengatakan tidak menemukan bukti untuk mendukung klaim tersebut.
Suu Kyi dan Presiden Win Myint saat ini masih menjadi tahanan rumah.
Selain 134 pejabat dan anggota parlemen yang ditahan dalam upaya kudeta militer tersebut, sekitar 18 aktivis independen juga ditahan, kata Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik di Myanmar. Beberapa orang juga telah dilepas.[]
Redaktur: Andi Nugroho