Media Sosial Jadi Syarat Diterima Kerja, Setuju?

Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Hanif Dhakiri, mengatakan, bahwa akun media sosial ke depan bisa menjadi pertimbangan perusahaan untuk menerima calon karyawannya. | Foto: Freepik.com

Jakarta, Cyberthreat.id – Pada Maret lalu, Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Hanif Dhakiri, mengatakan, bahwa akun media sosial ke depan bisa menjadi pertimbangan perusahaan untuk menerima calon karyawannya.

“Ke depan, (pengecekan) akun medsos akan menjadi tren bagi perusahaan saat akan menerima karyawan, sehingga kalau medsos kita tidak benar, itu bisa menganggu perjalanan karier kita," tutur Hanif saat menyampaikan sambutan dalam kunjungan kerjanya ke pabrik PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, sebagaimana dikutip dari Antara, Minggu (24 Maret 2019).

Untuk itu, Hanif mengimbau agar masyarakat, terutama generasi muda berhati-hati dan bijak dalam menggunakan akun medsosnya. Menurut Hanif, akun medsos kini jadi cerminan jati diri seseorang.

Pendapat Publik

Menanggapi isu tersebut, warga yang diwawancara Cyberthreat.id menanggapi beragam meski sebagian besar menyatakan sepakat dengan penggunaan medsos sebagai pertimbangan diterima kerja.

Karyawan swasta, Dian Pratiwi, mengatakan setuju bila perusahaan menerapkan kriteria medsos untuk menerima calon karyawan. Menurut dia, dengan melihat akun medsosnya, perusahaan bisa “menilai” karakter dan sikap dari calon pegawainya.

“Kebetulan saya kerja di bagian HRD, sebelum kami mengundang pekerja untuk interview pasti kami cek dulu medsos mereka, mulai dari Instagram, Facebook hingga Linkedin,” kata warga Depok, Jawa Barat, Minggu (30 Juni 2019). Alasan Dian mengecek akun medsos para pelamar pekerjaan adalah untuk mengurangi risiko kerja.

Hal serupa juga disampaikan Dhimas Saputra, karyawan perusahaan farmasi di Jakarta. Menurut dia, generasi milenial dikenal dengan sikap yang bebas dan terbuka di medsos. Dengan aturan itu, kata dia, mereka setidaknya bisa lebih berhati hati dalam mengungkapkan pendapat dan mengunggah sesuatu di medsos.

“Kita tahu kan pengaruh medsos sangat kuat. Dengan (aturan seperti) ini mereka bisa lebih hati hati untuk tak merusak personal mereka di medsos,” ujar dia.

 

Shalsabilla, warga Jakarta, mengatakan, jika perusahaan menerapkan aturan tersebut, sebetulnya membatasi seseorang untuk berekspresi. Apalagi dirinya sangat aktif di medsos, khusus Twitter.

 

“Tapi, sekarang sejak tahu dari teman HRD kalau akun media sosial dilihat (oleh perusahaan), saya jadi membatasi kegiatan di media sosial,” ujar dia.

Sementara, Abygail, seorang karyawan di perusahaan rintisan di Jakarta, mengaku tidak sependapat dengan perusahaan yang memantau akun medsos para pelamar pekerjaan.

Alasan dia adalah faktor privasi dan kebebasan berekspresi. “Jujur saya juga punya akun lain yang tidak menampilkan identitas saya. Di akun tersebut saya bisa dengan bebas mengungkapkan pendapat saya,” ujar dia.

 

Redaktur: Andi Nugroho