Akun Palsu: Disinformasi Dikomersialkan, Arus Uang yang Makin Banyak
Cyberthreat.id - Bagi pengguna Twitter awam, maka akun palsu tersebut terlihat meyakinkan. Menyertakan gambar profil hambar bersama dengan informasi karir, banyak yang memiliki lebih dari 1.000 pengikut. Akun palsu inilah yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Paling menonjol terjadi dalam politik.
Operasi akun palsu tersebut, menurut Direktur Oxford Internet Institute Phil Howard, akan menjadi lebih umum karena disinformasi semakin dikomersialkan. Dalam laporan baru-baru ini, peneliti Oxford University mengidentifikasi 63 contoh di mana firma hubungan masyarakat terlibat dalam operasi disinformasi online pada 2020.
“Pekerjaan tersebut biasanya atas nama tokoh politik atau pemerintah, tetapi dapat diterapkan pada bisnis,” katanya kepada nytimes.com dalam artikel berjudul Inside a Pro-Huawei Influence Campaign yang diterbitkan pada 29 Januari 2021.
“Arus uang semakin banyak di sana,” kata Howard. “Operasi pengaruh media sosial berskala besar sekarang menjadi bagian dari kit alat komunikasi untuk perusahaan global besar mana pun.”
Salah satu contohnya adalah kasus Huawei di Belgia. Sejumlah akun Twitter secara masif membagikan artikel-ariktel yang mendukung Huawei dan mengkritik Pemerintah Belgia dalam kebijakannya mengenai 5G. Salah satu artikel yang banyak dishare akun Twitter tersebut adalah tulisan Pengacara Perdangan di Brussel, Edwin Verlmust, yang mengkritik kebijakan Belgia dalam menyingkirkan Huawei.
Akun-akun Twitter inilah yang kemudian diteliti dengan cermat. Di sinilah penyelidik mengidentifikasi masalahnya. Tampaknya banyak bot yang menjadi pengikut akun tersebut. Gambar-gambar yang ditampilkan memiliki ciri khas hasil karya kecerdasan buatan, dengan foto-foto yang diusahakan maksimal tetapi memiliki cacat-cacat kecil, seperti kacamata asimetris. Saat ini, sangat gampang mencari foto seperti itu. Banyak bisnis online penjuyal jenis foto orang palsu ini, yang dapat menghindari risiko pendeteksian dari orang yang asli.
Akun palsu tersebut membagikan artikel dan komentar dari berbagai media online, termasuk EU Reporter, yang menerbitkan berita pemerintah ke situs web dan afiliasinya sendiri seperti London Globe dan New York Globe. Artikel-artikel tersebut adalah yang Pro-Huawei dan menentang kebijakan Pemerintah Belgia.
Colin Stevens, penerbit EU Reporter, mengatakan dalam sebuah email bahwa dia "tidak mengetahui akun Twitter palsu yang mempromosikan artikel kami".
Stevens mengatakan Huawei membayar Reporter Uni Eropa untuk menerbitkan artikel opini di masa lalu, tetapi artikel tersebut selalu diberi label penafian. “Cerita 5G Belgia ditugaskan secara independen tanpa keterlibatan Huawei,” katanya.
"Reporter Uni Eropa tidak akan pernah secara sadar menjadi bagian dari kampanye disinformasi," kata Stevens.
Dalam beberapa kasus, penyelidik menemukan artikel, yang dibayar Huawei dan menyertakan penafian tentang pengaturan keuangan. Artikel lain yang mengkritik kebijakan 5G muncul di situs web yang menerima konten buatan pengguna tanpa tinjauan, di samping gambar penulis yang sama dengan gambar yang dihasilkan komputer di profil Twitter palsu.
Di Belgia, kampanye tersebut tampaknya hanya berdampak kecil selain menarik perhatian yang tidak diinginkan pada upaya lobi Huawei. Pembuat kebijakan tidak menunjukkan tanda-tanda mundur dari rencana untuk membatasi akses Huawei ke jaringan 5G. Rancangan undang-undang sekarang harus dipertimbangkan oleh Parlemen negara tersebut.
Sementara Vermulst juga berkilah tak tahu tentang kampanye media sosial palsu yang memanfaatkan artikelnya. Dia menyebut upaya itu "konyol" dan "bodoh", dia berharap untuk terus bekerja untuk Huawei. "Pengacara dibayar untuk pendapat hukum," katanya. “Setelah artikel itu berada di domain publik, siapa pun dapat melakukan apa yang mereka inginkan.”[]