Kominfo Klaim Hapus Hampir 2000 Unggahan Hoaks Covid-19, 104 Kasus Ditangani Polisi
Cyberthreat.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengklaim telah menghapus 1.905 unggahan di media sosial yang diidentifikasi sebagai hoaks terkait pandemi Covid-19 sejak 23 Januari 2020 hingga Januari 2021.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan 1.905 unggahan itu berisi 1.387 isu terkait Covid-19. Sebanyak 88 diantaranya terkait vaksin. Sisanya macam-macam.
"Itu berarti ada isu yang diunggah lebih dari satu kali atau ada isu yang sama tetapi diunggah ulang oleh lebih dari satu akun," kata Semuel dalam acara dialog "Tolak dan Waspada Hoaks", Selasa (26 Januari 2021).
Sayangnya, Semuel tidak menjelaskan apakah konten itu langsung dihapus oleh Kominfo atau melaporkannya ke media sosial terkait untuk dihapus. Pasalnya, dalam kasus aplikasi fintech nakal, Kominfo tidak bisa langsung menghapusnya, melainkan harus mengajukan ke Google untuk dihapus dari toko aplikasi Google Play Store atau ke Apple jika aplikasinya di App Store. Walhasil, tidak semuanya bisa dihapus lantaran Google dan Apple meminta usulan pemblokiran sebuah aplikasi harus disertai kelengkapan bukti-bukti. (Baca: Usai Ajukan Blokir Fintech Ilegal, Kominfo Akui Tak Pernah Cek Kembali di Toko Aplikasi)
Samuel juga mengatakan, sejak Januari hingga sekarang, ada 104 kasus penyebaran hoaks yang diteruskan ke pihak kepolisian lantaran dinilai mengganggu ketertiban umum.
Menurut Semuel, para pembuat hoaks ini menganggap pembaca lebih bodoh dari dia. Karena itu, Semuel meminta masyarakat pandai-pandai memilah informasi yang diterima agar tidak menjadi korban hoaks atau meneruskan pesan hoaks.
Dengan keunggulan digital yang sangat terbuka, Semuel mengatakan bahwa pelaku atau penyebar hoaks pasti akan ketahuan.
"Nama palsu pun kita tahu, karena kita bisa deteksi di mana dia orangnya. Jadi kita bisa sampai diproses di kepolisian karena punya barang bukti yang cukup sampai termasuk mengidentifikasi orang-orangnya," ujarnya.
Dari adanya log atau data-data timeline, kata Semuel, penggunggah pertama konten hoaks pasti akan ketahuan. "Kita bisa lihat siapa inisiatornya, yang pertama kali, itu nanti polisi bisa mendalami lebih dalam lagi, oh dari mana," katanya.
(Catatan Cyberthreat.id, dalam kasus penyebar video pribadi Gisel, polisi belum menemukan orang yang pertama kali menggunggah videonya. Selengkapnya lihat: Polisi Tahan Dua Tersangka Penyebar Video Asusila Mirip Gisel, Bukan yang Pertama Mengunggah).
Semuel menambahkan, para penyebar hoaks ini memiliki dua tujuan yakni tujuan ekonomi dan tujuan jahat. "Yang tujuan jahat ini kita selalu bekerja sama dengan polisi untuk mencari penyebarnya," katanya.
Selain membawanya ke jalur hukum, Kominfo juga melakukan literasi digital melalui program Siberkreasi. Semuel mengatakan literasi digital ini dilakukan kepada seluruh tingkatan masyarakat baik anak SD hingga orang tua.
"Kita melakukannya dengan konsep yang disesuaikan dengan karakter daripada audiensnya, kalau mereka senangnya dengan video kita kasih video, kalau mereka senangnya game ada gamenya, game yang mengedukasi ya. Medianya pun beragam supaya lebih tersentuh semua layer," ujarnya.
Semuel pun menghimbau masyarakat agar berhati-hati jika menerima informasi. Jika meragukan kebenarannya, kata dia, sebaiknya diperiksa terlebih dahulu kebenarannya melalui media sosial atau situs resmi sejumlah organisasi antihoaks seperti di Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).
Hal senada disampaikan Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho bahwa masyarakat harus memeriksa informasi yang diterima serta menanam pemikiran bahwa setiap informasi itu kemungkinan terdapat kebohongan di dalamnya.
"Jadi, jangan menjadi masyarakat yang gampangan menerima informasi," ujarnya.
Untuk pengecekan mandiri terkait kebenaran informasi, Septiaji mengatakan masyarakat dapat mengunjungi kanal informasi resmi atau media mainstream yang terverifikasi Dewan Pers. Sedangkan MAFINDO, kata Septiaji punya dua situs yakni turnbackhoax.id dan cekfakta.com. Adapula, chatbot WhatsApp MAFINDO yakni 085921600500.
"Catat nomornya, bisa menggunakan itu untuk bertanya. Kalau ketemu satu pesan yang meragukan, bisa ditanyakan ke situ," ujarnya.[]
Editor: Yuswardi A. Suud